Wednesday, March 30, 2011

Alkaloid

SENYAWA ALKALOIDA

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan dialam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin heterosiklik.
Hampir semua alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek sifiologis dan psikologis. Alakaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alakloida umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.

KLASIFIKASI SENYAWA ALKALOIDA
Alkaloida tidak mempunyai tatanam sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloida dinyatakan dengan nama trivial , misalnya kuinin, morfin dan stiknin. Hampir semua nama trivial ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloida.

Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yaitu :

1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida pirolidin, alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin dan alkaloida indol.
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu alkaloida tembakau, alkaloida amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan sebagainya. cara ini mempunyai kelemahan yaitu : beberapa alkaloida yang berasal dari suatu tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.
3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbegai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa alkaloida berasal dari hanya beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama yaitu :

a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin
b. Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenil alanin, tirosin dan 3,4-dihidrofenilalanin
c. alkaloida aromatik jenis indol yang berasal dari triptopan.
Read more »

Wednesday, March 23, 2011

DOSIS OBAT

DOSIS OBAT
Macam-macam dosis obat:
- Dosis toksik, yaitu dosis yang menimbulkan gejala keracunan.
- Dosis minimal, yaitu dosis yang paling kecil yang masih mempunyai efek terapeutik.
- Dosis maksimal,yaitu dosis terbesar yang mempunyai efek terapeutik, tanpa gejala/ efek toksik.
- Dosis terapeutik, yaitu dosis diantara dosis minimal dan maksimal yang dapat memberikan efek menyembuhkan/terapeutik. Dosis ini dipengaruhi oleh Umur, Berat badan, jenis kelamin, waktu pemberian obat, cara pemberian obat.
(Dewi, 2010)
Ada pula beberapa istilah yang berhubungan dengan dosis:


(Mutschler, 1991)

KONSENTRASI DAN RESPON OBAT
Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis penigkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik pada EC50, di mana E adalah efek yang diamati pada konsentrasi C, Emaks adalah respons maksimal yang dapat dihasilkan oleh obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang menghasilkan 50% efek maksimal.
Hubungan dosis dan respons bertingkat
1. Efikasi (efficacy)
Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja seluler.
2. Potensi
Potensi yang disebut juga kosentrasi dosis efektif, adalah suatu ukuran berapa bannyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat tersebut.Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50% dari respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah lebih poten daripada obat dengan ED50 yang lebih besar.
3. Slope kurva dosis-respons
Slope kurva dosis-respons bervariasi sari suatu obat ke obat lainnya. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar.
(Katzung, 1989)

Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut juga dosis terapi median. Dosis letal median adalah dosis yang emnimbulkan kematian pada 50% individu , sedangkan TD50 adalah dosis toksik 50% (Ganiswara, 1995).



Gambar 1. Kurva Dosis Terapi (ED50) dan Dosis Lethal (LD50)

Variabel Hubungan dosis-intensitas efek obat
Kurva sederhana yang menunjukkan hubungan dosis-intensitas efek obat selallu mempunyai 4 variabel karakteristik, yaitu: potensi, kecuraman (Slope), efek maksimal, dan variasi individual


a. Potensi: menunjukkan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek. Besarnya ditentukan oleh kadar obat yang mencapai reseptor.
b. Efek maksimal/efektivitas: respon maksimal yang dapat ditimbulkan oleh obat jika diberikan pada dosis yang tinggi
c. Slope: menunjukkan batasan keamanan obat.
d. Variasi biologic: variasi antar individu dalam besarnya respons terhadap dosis obat yang sama pada populasi yang sama.
(Farmakologi dan Terapi, 2007)

INDEKS TERAPI
Obat mempunyai respon farmasetik sepanjang masih adanya dosis obat yang terkandung dalam obat dan berada dalam margin/ batas keamanan obat. Beberapa obat mempunyai batas terapi yang luas. Ini menunjukkan bahwa pasien dapat diberikan dengan range tingkat dosis yang lebar tanpa terjadi efek toksik. Obat lainnya mempunyai batas terapi yang sempit dimana perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan efek toksik ( Yesi, 2009 ).
Dosis yang memberikan efek terapi pada 50% individu disebut dosis terapi median atau dosis efektif median ( ED 50 ). Dosis letal median ( LD 50 ) adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu, sedangkan TD 50 adalah dosis toksik pada 50% individu ( Departemen Farmakologik dan Terapeutik, 2007 ).
Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan racun dengan dosis yang menghasilkan respon klinis yang diinginkan atau efektif dalam populasi individu.


Dimana: TD50 adalah dosis obat yang menyebabkan respon beracun di 50% dari populasi dan ED50 adalah dosis terapi obat yang efektif dalam 50% dari populasi.
Baik ED50 dan TD50 dihitung dari kurva dosis respon quantal, yang merupakan frekuensi yang masing-masing dosis obat memunculkan efek respon atau beracun yang diinginkan dalam populasi.


Ada beberapa karakteristik penting dari kurva dosis-respons quantal (lihat gambar di atas) yang patut dicatat:
• Dosis obat dalam plasma diplot dalam sumbu horisontal sedangkan persentase individu (hewan atau manusia) yang menanggapi atau menunjukkan efek toksik direpresentasikan dalam sumbu vertikal.
• Beberapa contoh respon positif meliputi: bantuan, sakit kepala untuk obat antimigraine, peningkatan denyut jantung minimal 20 bpm untuk stimulan jantung, atau 10 jatuh mmHg pada tekanan darah diastolik untuk antihipertensi.
• Data diperoleh dari suatu populasi. Tidak seperti grafik dosis-respons dinilai, data untuk kurva dosis-respons quantal diperoleh dari banyak individu.
( Guzman, 2011 )

Grafik di bawah menunjukkan bagaimana ED50 dihitung.


Dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efek terapi (respon positif) dalam 50% dari populasi adalah ED50 tersebut.


Dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek toksik di 50% dari populasi dikaji adalah TD50 tersebut. Untuk studi hewan, LD50 adalah dosis yang dapat menyebabkan kematian 50% dari populasi ( Guzman, 2011 ).

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta.Gaya Baru
Dewi, Pastria Sandra.2010. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/47413708/Konsep-Dasar-Pemberian-Obat (Diakses tanggal: 17 Maret 2011).
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi.1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta.Bagian Farmakologi FK UI
Guzman, Flavio. 2011. Terapi Indeks. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://pharmacologycorner.com/therapeutic-index/ ( diakses pada tanggal 18 Maret 2011 )
Katzung.1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta.EGC.
Mutschler, Ernst.1991. Dinamika Obat. Bandung.Penerbit ITB
Yesi. 2009. Indeks Terapetik dan Batas Terapetik. http://yesimeiditama.blogspot.com/2009/02/indeks-terapetik-dan-batas-terapetik.html ( diakses pada tanggal 18 Maret 2011 ).
Read more »

Tuesday, March 22, 2011

Sefalosporin

Nama : Valdis Reinaldo Agnar
NPM : 260110080081

Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

Penggolongan Sefalosporin

Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi, pembedaan generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang secara tidak langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.
Berikut merupakan penggolongan generasi Sefalosporin


Berdasarkan khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap betalakmase, sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai berikut :
1. Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.
2. Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella, gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep) lebih kurang sama
3. Generasi ke III, Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam, sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah.
4. Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.

Struktur



Sumber dan Sejarah

Antibiotik beta laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering diresepkan oleh dokter, memiliki struktur umum dan mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam.
Cephalosporium acremonium merupakan sumber awal senyawa sefalosporin, diisolasi pada tahun 1948 oleh B rotzu dari laut didekat saluran pembuangan air dipesisir Sardinia. Filtrate kasar jamur ini diketahui dapat menghambat pertumbuhan s. aureus secara in vitro dan menyembuhkan infeksi stafilokokus dan demam tifoid pada manusia. Cairan kultur tempat jamursardinia ini ditumbuhkan mengandug tiga antibiotik berbeda yang dinamakan sefalosporin P,N, dan C. Dengan diisolasinya inti akti sefalosporin C, yaitu asam 7-aminosefalosporanat, dan dengan penambahan rantai samping. Memungkinkan dibuatnya senyawa semisintetik dengan aktivitas antibakteri yang jauh lebih besar dibandingkan senyawa induknya.

Pembuatan Antibiotik Sefalosporin

Cendawan C. acremonium ditumbuhkan pada agar-agar miring selama 7 hari, koloninya disuspensikan dengan akuades steril dan dituangkan ke dalam cawan petri steril yang selanjutnya diletakkan di bawah lampu ultraviolet (UV) yang telah dikondisikan dengan jarak 15 cm. Pengambilan contoh sebanyak 1 ml dilakukan tepat pada saat cawan petri mulai diletakkan di bawah lampu UV (0 menit) sampai 50 menit dengan interval pengambilannya setiap 5 menit. Contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml akuades steril, dikocok, dan didiamkan selama 30 menit dalam gelap. Dari setiap contoh tersebut dibuat kurva matinya untuk mengetahui jarak dan waktu radiasi yang tepat. Selain itu juga dicoba kombinasi mutasi menggunakan sinar UV dan metode kimia menggunakan etil metana sulfonat (EMS). Mutan terpilih diseleksi lagi untuk mendapatkan mutan unggul yang menghasilkan antibiotik sefaloporin C.
Penggunaan sinar UV 254 nm pada jarak 15 cm dari objek selama 29 menit dapat meningkatkan produksi sefalosporin C sebesar 128.0% dari hasil mutasi I dan 149.1% dari hasil mutasi II. Produksi sefalosporin C dapat ditingkatkan dengan mutasi fisik menggunakan sinar UV yang dikombinasikan dengan cara kimia menggunakan EMS dengan konsentrasi 160 µl/ml selama 45 menit, yakni menghasilkan kenaikan produksi sefalosporin C sebesar 198.8% pada mutan GBKI-17.

Penggunaannya

Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama digunakan di rumah sakit.
1. Generasi I, digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila terdapat alergi untuk penisilin.
2. Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok yang membentuk laktamase.
3. Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.
4. Generasi IV, dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi dengan kuman Gram-positif.

Mekanisme kerja

Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak dan tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan, tetapi antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim (carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran sitoplasma bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan perbedaan dalam spektrum aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase. Seperti antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya dianggap lebih efektif terhadap pertumbuhan bakteri aktif.

Farmakokinetik (Umum)

Sampai saat ini, hanya beberapa sefalosporin generasi pertama lumayan diserap setelah pemberian oral, tetapi ini telah berubah dengan ketersediaan aksetil (generasi kedua) dan cefixime (generasi ketiga). Tergantung pada obat, penyerapan mungkin tertunda, berubah, atau meningkat jika diberikan dengan makanan.
Sefalosporin secara luas didistribusikan ke sebagian besar jaringan dan cairan, termasuk tulang, cairan pleura, cairan perikardial dan cairan sinovial. tingkat yang lebih tinggi ditemukan meradang ditulang normal. Sangat tinggi ditemukan dalam urin, tetapi mereka menembus buruk menjadi jaringan prostat dan aqueous humor. Tingkat Empedu dapat mencapai konsentrasi terapi dengan beberapa agen selama obstruksi empedu tidak ada. Dengan pengecualian aksetil, tidak ada sefalosporin generasi kedua atau yang pertama memasuki CSS (bahkan dengan meninges meradang) di tingkat terapi efektif dalam terapi. Konsentrasi cefotaxime, moxalactam, aksetil, ceftizoxime, seftazidim dan ceftriaxone dapat ditemukan dalam CSF parenteral setelah dosis pasien dengan meninges meradang. Sefalosporin menyeberangi plasenta dan konsentrasi serum janin dapat 10% atau lebih dari yang ditemukan dalam serum ibu. Protein mengikat obat secara luas.
Sefalosporin dan metabolitnya (jika ada) diekskresikan oleh ginjal, melalui sekresi tubular dan / atau filtrasi glomerulus. Beberapa sefalosporin (misalnya, cefotaxime, cefazolin, dan cephapirin) sebagian dimetabolisme oleh hati untuk senyawa desacetyl yang mungkin memiliki beberapa aktivitas antibakteri.

Indikasi Klinik

Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tersebut diatas.

Kontra Indikasi

Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam lainnya. Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin test.
Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka. Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain (misalnya, penisilin, cefamycins, carbapenems).
Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia, syok atau penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan mungkin jauh ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus digunakan untuk kasus ini.

Efek Samping

• Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema, pruritis, udema,
• Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik
• Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri lambung, diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea, konstipasi.
• Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin K.
• Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi ginjal dan toksik nefropati.
Read more »

Monday, March 21, 2011

Bintang laut sebagai obat baru untuk peradangan

Nama : Valdis Reinaldo Agnar
NPM : 260110080081

Bintang laut sebagai obat baru untuk peradangan

Salah satu bahan alam bahari yang berasal dari hewan baru -baru ini telah ditemukan sebagai bahan pengobatan. Hewan tersebut salah satunya adalah bintang laut. Bintang laut merupakan hewan invertebrata yang termasuk dalam filum echinodermata dan kelas asteroida. Bintang laut merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan.

Bintang laut berduri dapat ditemukan di pantai barat Skotlandia. Bintang laut hidup di laut, dan mandi dalam larutan bakteri, larva, virus dan segala macam hal yang menjadi tempat tinggal. Tapi bintang laut lebih baik daripada Teflon: mereka memiliki permukaan anti-fouling yang sangat efisien yang mencegah hal-hal dari lengket.

Berdasarkan studi terbaru dari ilmuwan kelautan menunjukkan bahwa bintang laut bisa menjadi obat untuk penderita asma dan radang sendi. Sebuah tim peneliti dari Scottish Association for Marine Science telah mempelajari substansi atau bahan berlendir yang melapisi tubuh bintang laut berduri.

Peneliti menemukan bahwa bahan licin pada bintang laut lebih baik dari Teflon untuk menghentikan puing-puing menempel pada tubuh bintang laut, sehingga bisa menjaga kebersihannya. Sehingga peneliti percaya bahwa bahan tidak lengket ini dapat dijadikan senjata baru yang penting untuk mengobati penyakit inflamasi atau peradangan seperti asma dan radang sendi.



Penyakit peradangan seperti asma dan radang sendi merupakan kondisi yang terjadi ketika respon alami tubuh terhadap infeksi dipercepat diluar kendali. Peradangan adalah respon alami tubuh terhadap cedera atau infeksi, tetapi kondisi peradangan disebabkan ketika sistem kekebalan tubuh mulai tak terkendali.

Sel darah putih, yang biasanya mengalir dengan mudah melalui pembuluh darah kita, mulai membangun dan menempel pada dinding pembuluh darah, Hal ini membuat sel darah putih (leukosit) yang bertugas memerangi infeksi mulai menumpuk di pembuluh darah dan menempel pada sisi-sisinya, sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Salah satu peneliti menunjukkan bagaimana lendir bintang laut tersebut yang berfungsi untuk mencegah menempelnya sesuatu pada tubuh bintang laut tersebut dapat dijadikan bahan untuk pengobatan.

Idenya adalah bahwa pengobatan berdasarkan lendir bintang laut dapat secara efektif menjadi mantel pembuluh darah kita dengan cara yang sama meliputi makhluk laut, dan mencegah masalah ini. Jadi dari lendir bintang laut tersebut dapat dipelajari sesuatu dari bagaimana bintang laut mencegah hal ini sehingga dapat ditemukan cara untuk mencegah hal ini pada manusia.
Read more »

Sunday, March 20, 2011

Tugas Farmakologi

1. Jelaskan pengertian Obat!
Jawab:
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu pada manusia dan hewan.
Bahan obat ialah zat aktif yang dapat berfungsi untuk mencegah, meringankan, menyembuhkan atau mengenali penyakit.
Zat aktif ialah senyawa-senyawa yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologi (Mutschler, 1999).
Cara pemberian obat:
1. Per oral -> lewat mulut
2. Sub lingual -> pemberian obat di bawah lidah/dihisap
3. Melalui rectum (per rectal) -> memberikan obat melalui rectum/anus
4. Melalui vagina (per vaginam) ->memberikan obat melalui vagina / kedalam vagina
5. Parental -> melalui suntikan
6. Intra nasal -> melalui lubang hidung
7. Topical -> melalui kulit (Sutedjo, 2008)

2. Jelaskan pengertian Farmakokinetik!
Jawab:
Farmakokinetika mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi obat dalam organisme terhadap waktu. Di mana dan berapa cepat suatu bahan obat diabsorpsi, bagaimana obat terdistribusi dalam organisme, bagaimana enzim organisme mengubah struktur molekul obat, di mana, bagaimana caranya dan berapa cepat obat dieliminasi (Mutschler, 1999).
Farmakokinetika mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M) dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

3. Jelaskan pengertian Farmakodinamik!
Jawab:
Farmakodinamika ialah ilmu tentang kerja obat pada tempat kerjanya; di mana, bagaimana, dan mengapa terjadi efek farmakologik? Satu bagian bidang dari bidang farmakodinamika ialah farmakologi molekul, yang mempelajari penjelasan mekanisme kerja obat pada tingkat molekul (Mutschler, 1999).
Farmakodinamik merupakan subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi rasional dan berguna dalam sintesis obat baru (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007).

4. Jelaskan hubungan dosis dengan respon!
Jawab:
Hubungan antara konsentrasi obat dan respon obat
Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon lagi.
Hubungan dosis dan respons bertingkat
1. Efikasi (efficacy).
Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja seluler
2. Potensi.
Potensi yang disebut juga kosentrasi dosis efektif, adalah suatu ukuran berapa bannyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat tersebut.Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50% dari respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah lebih poten daripada obat dengan ED50 yang lebih besar.
3. Slope kurva dosis-respons.
Slope kurva dosis-respons bervariasi sari suatu obat ke obat lainnya. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar (Katzung, 1989).




Daftar Pustaka

A Y, Sutedjo. 2008. Mengenal Obat-obatan Secara Mudah. Yogyakarta: Amara Books.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.
Katzung. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mutschler, E. 1999. Dinamika Obat. Bandung: Penerbit ITB.
Read more »

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ISOFLAVON DARI KACANG KEDELAI (Glycine max)

Nama : Valdis Reinaldo Agnar
NPM : 260110080081
Sumber : http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j-kim-vol3-no1-astiti%20asih.pdf

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ISOFLAVON DARI KACANG KEDELAI (Glycine max)

Penyiapan bahan
Biji kedelai dibersihkan kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan lalu dihaluskan sampai berupa serbuk.

Ekstraksi dan fraksionasi senyawa flavonoid
Sekitar 1740 g serbuk biji kedelai dimaserasi dengan metanol teknis sebanyak 10 L. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dan diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator) sampai diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 71,82g. Ekstrak ini kemudian dihidrolisis dengan HCl 2N selama 2-3 jam. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan n-heksana. Ekstrak n-heksana yang diperoleh diuapkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana sebanyak 2,61 g, kemudian ekstrak kental yang diperoleh diuji dengan uji flavonoid.

Metode Pemisahan dan Pemurnian
Pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom.
a) Kromatografi lapis tipis ( KLT )
Pemisahan dengan KLT digunakan untuk mencari fase gerak yang terbaik yang akan digunakan dalam kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan pada KLT adalah silika gel GF254 dan sebagai fase gerak digunakan n-heksana, kloroform, etil asetat dan n-butanol. Bejana kromatografi sebelum digunakan untuk elusi, terlebih dahulu dijenuhkan dengan fase geraknya. Sedikit fraksi positif flavonoid yaitu fraksi n-heksana dilarutkan dengan pelarutnya (eluen yang akan dipakai) kemudian ditotolkan pada plat kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah kering lalu dimasukkan dalam bejana. Bila fase gerak telah mencapai batas yang ditentukan, plat diangkat, dan dikeringkan di udara terbuka. Sebagai penampak noda digunakan asam sulfat. Noda yang terbentuk diamati dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian dihitung Rf-nya.

b) Kromatografi kolom
Fase diam yang digunakan pada kromatografi kolom adalah silika gel, sedangkan fase geraknya digunakan fase gerak yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT. Silika gel 60 (70-100) Mesh terlebih dahulu dipanaskan dalam oven pada suhu 1100C, kemudian ditambahkan sedikit fase geraknya sehingga menjadi bubur. Pelarut (fase gerak yang digunakan) dimasukkan ke dalam kolom sampai hampir penuh dan keadaan kran kolom tertutup. Setelah itu kecepatan aliran kolom diatur dan bubur dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam kolom sampai seluruh bubur masuk ke dalam kolom. Setelah bubur masuk, fase diam ini dielusi hingga homogen (kolom ini didiamkan selama 1 hari sehingga diperoleh pemampatan yang sempurna). Sementara itu sampel dilarutkan dalam pelarut, kemudian sampel dimasukkan dengan hati-hati melalui dinding kolom dan aliran fase gerak diatur. Begitu sampel masuk ke dalam fase diam, fase gerak ditambahkan secara kontinyu sampai terjadi pemisahan. Eluat ditampung pada botol penampung fraksi setiap 3 mL, kemudian keseluruhan fraksi yang dihasilkan dilakukan KLT penggabungan.
Fraksi hasil KLT penggabungan yang mempunyai pola pemisahan sama (harga Rf sama) digabungkan, kemudian diuapkan dengan penguap putar vakum dan masing-masing kelompok fraksi yang diperoleh diuji dengan pereaksi flavonoid.

Uji Fitokimia
Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan dengan uji warna yaitu :
1. Test Wilstatter
Beberapa mililiter sampel dalam alcohol ditambahkan 2-4 tetes larutan HCl dan 2-3 potong kecil logam Mg. Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua menjadi orange.
2. Test dengan NaOH 10%
Beberapa mililiter sampel dalam alcohol ditambahkan 2-4 tetes larutan NaOH 10%. Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua menjadi kuning muda.
3. Test dengan H2SO4 (pekat)
Beberapa mililiter sampel dalam alcohol ditambahkan 2-4 tetes larutan H2SO4 (pekat). Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua menjadi merah tua.

Uji Kemurnian
Uji kemurnian dilakukan menggunakan berbagai campuran fase gerak, yaitu n-heksana, kloroform, etil asetat dan n-butanol. Jika isolate tetap menunjukkan noda tunggal pada plat kromatogram dengan fase gerak yang berbeda, menunjukkan isolat relatif murni secara KLT, bahwa isolat tersebut hanya mengandung satu macam senyawa.

Karakterisasi Golongan Senyawa Flavonoid
Karakterisasi golongan senyawa flavonoid dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Vis dan spektrofotometri inframerah.
a. Karakterisasi golongan senyawa flavonoid dengan spektrafotometer UV-Vis
Pengukuran spektrum UV-Vis dilakukan pada panjang gelombang 250-500 nm. Sebanyak 1 mg isolat dilarutkan dalam 100 mL methanol (larutan persediaan), kemudian diukur panjang gelombangnya. Selanjutnya untuk mengetahui kedudukan gugus hidroksi pada inti flavanoid dilakukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan. Pereaksi geser yang digunakan antara lain natrium hidroksida, natrium asetat, natrium asetat dan asam borat, aluminium klorida, aluminium klorida dan asam klorida. Tahapan keja penggunaan pereaksi geser adalah sebagai berikut :
a. Setelah mengukur spektrum cuplikan dalam metanol, ditambahkan 3 tetes NaOH ke dalam kuvet, dikocok hingga bercampur. Kemudian diukur panjang gelombangnya. Setelah diukur, cuplikan dibuang dan sel dicuci.
b. Pengukuran spektrum dengan pereaksi geser NaOAc dilakukan dengan cara menambahkan serbuk NaOAc dalam kuvet yang berisi larutan persediaan hingga terdapat kira-kira 2 nm lapisan NaOAc pada dasar kuvet, lalu dikocok, kemudian diukur. Pengukuran spektrum NaOAc + H3BO3 diukur setelah ditambahkan serbuk H3BO3 pada larutan persediaan yang kemudian dicampur/dikocok (banyaknya serbuk H3BO3 kira-kira setengah dari NaOAc yang ditambahkan sebelumnya). Setelah diukur, cuplikan dibuang dan sel dicuci.
c. Pengukuran spektrum dengan pereaksi geser AlCl3 dilakukan dengan menambahkan enam tetes pereaksi geser AlCl3 ke dalam larutan persediaan, kemudian diukur panjang gelombangnya. Untuk spektrum dengan pereaksi geser AlCl3 + HCl dilakukan dengan cara menambahkan tiga tetes HCl, kemudian dicampur dan diukur. Akhirnya cuplikan dibuang dan sel dicuci.
b. Karakterisasi gugus fungsi golongan senyawa flavonoid dengan spektrofotometer inframerah (IR)
Isolat aktif yang diduga golongan senyawa flavonoid yang telah murni dicampur dengan nujol. Campuran yang terbentuk selanjutnya ditempatkan pada dua buah lempeng kristal NaCl dan dimasukkan ke dalam alat inframerah, kemudian diukur serapannya.
Read more »

Tugas ke-5 Pengenalan Senyawa Kompleks

1. Bagaimana anda meramalkan senyawa CoCl3 6NH3 berdasarkan teori Werner,namanya ?
Jawab:

Senyawa kobalamin klorida mengandung dua jenis valensi, yaitu valensi pertama atau bilok dan valensi kedua atau B.K.
Bilok Co = +3 atau III dan B.K.nya = 6.
Dengan mengetahui kedua valensi pada kobalamin klorida maka dapat ditentukan nama senyawa tersebut.

2. Berapa harga BK-nya
Jawab:

B.K.nya = 6

3. Berapa biloks atom pusatnya?
Jawab:

Bilok Co = +3

4. Gambarkan strukturnya menurut Blomstrand dan Werner, apa bedanya ?
Jawab:

Struktur menurut Blomstrand
NH3-Cl
Co - NH3 - NH3 - NH3 - NH3 – Cl
NH3-Cl

Menurut Weiner

NH3 NH3
Cl Cl
H3N Co NH3
NH3 NH3

Cl

Perbedaan struktur yang dikemukakan oleh Blomstrand dan Weiner dapat dilihat dari klorida-nya. Pada struktur yang dikemukakan oleh Blomstrand, Cl terikat pada molekul amin sedangkan struktur yang dikemukakan oleh Weiner, Cl terikat langsung pada atom logam Co.

5. Apa bedanya garam biasa, rangkap dan kompleks? Berikan contohnya masing masing.
Jawab:

Garam biasa ialah senyawa netral yang terdiri atas ion-ion. Contoh NaCl

Garam rangkap adalah garam yang dalam kisi kristalnya mengandung dua kation yang berbeda dengan proporsi tertentu. Garam rangkap biasanya lebih mudah membentuk kristal besar dibandingkan dengan garam-garam tunggal penyusunnya.
Contoh kristal garam rangkap adalah garam Mohr. Kombinasi antara ammonium besi (II) sulfat, ammonium cobalt (II) sulfat dan ammonium nikel sulfat.
Ketiga garam diatas memiliki ion ammonium dan sulfat, tapi dengan atom pusat yangberbeda.


Garam kompleks merupakan kebalikan dari garam rangkap, di mana terbentuk kombinasi dari beberapa garam yang memiliki atom pusat yang sama namun dengan sisa ion yang berbeda. Misalnya ammonium besi (II) sulfat dan kalium besi (II) nitrat..
Read more »

Thursday, March 17, 2011

Laporan Praktikum Farmakologi

LAPORAN DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI Download

LAPORAN PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR Download

LAPORAN PENGUJIAN DIABETES DAN ANTIDIABETES Download

LAPORAN PENGUJIAN EFEK ANTIDIARE Download

LAPORAN PENGUJIAN EFEK ANTIINFLAMASI Download

LAPORAN HORMON DAN TERAPI PENGGANTI HORMON Download
Read more »

Wednesday, March 16, 2011

Laporan Praktikum Teknologi Formulasi Non Steril

Laporan Praktikum Pengenalan Alat Kel Senin Pagi Download

Laporan Praktikum Granulasi Basah I Senin Pagi Kel B Download

Laporan Praktikum Kempa Langsung Senin Pagi Kel B Download

Laporan Praktikum Disolusi Senin pagi Kel 2 Download

Laporan Praktikum Tablet Salut Download

Laporan Praktikum Teknologi Liquid Senin Pagi Kel B Download

Laporan Praktikum Teknologi Semisolid Senin Pagi Kel 2 Download
Read more »

 
Powered by Blogger