Nama : Valdis Reinaldo Agnar
NPM : 260110080081
Sefalosporin
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.
Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.
Penggolongan Sefalosporin
Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi, pembedaan generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang secara tidak langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.
Berikut merupakan penggolongan generasi Sefalosporin
Berdasarkan khasiat antimikroba dan resistensinya terhadap betalakmase, sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai berikut :
1. Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.
2. Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella, gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep) lebih kurang sama
3. Generasi ke III, Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam, sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah.
4. Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.
Struktur
Sumber dan Sejarah
Antibiotik beta laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering diresepkan oleh dokter, memiliki struktur umum dan mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam.
Cephalosporium acremonium merupakan sumber awal senyawa sefalosporin, diisolasi pada tahun 1948 oleh B rotzu dari laut didekat saluran pembuangan air dipesisir Sardinia. Filtrate kasar jamur ini diketahui dapat menghambat pertumbuhan s. aureus secara in vitro dan menyembuhkan infeksi stafilokokus dan demam tifoid pada manusia. Cairan kultur tempat jamursardinia ini ditumbuhkan mengandug tiga antibiotik berbeda yang dinamakan sefalosporin P,N, dan C. Dengan diisolasinya inti akti sefalosporin C, yaitu asam 7-aminosefalosporanat, dan dengan penambahan rantai samping. Memungkinkan dibuatnya senyawa semisintetik dengan aktivitas antibakteri yang jauh lebih besar dibandingkan senyawa induknya.
Pembuatan Antibiotik Sefalosporin
Cendawan C. acremonium ditumbuhkan pada agar-agar miring selama 7 hari, koloninya disuspensikan dengan akuades steril dan dituangkan ke dalam cawan petri steril yang selanjutnya diletakkan di bawah lampu ultraviolet (UV) yang telah dikondisikan dengan jarak 15 cm. Pengambilan contoh sebanyak 1 ml dilakukan tepat pada saat cawan petri mulai diletakkan di bawah lampu UV (0 menit) sampai 50 menit dengan interval pengambilannya setiap 5 menit. Contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml akuades steril, dikocok, dan didiamkan selama 30 menit dalam gelap. Dari setiap contoh tersebut dibuat kurva matinya untuk mengetahui jarak dan waktu radiasi yang tepat. Selain itu juga dicoba kombinasi mutasi menggunakan sinar UV dan metode kimia menggunakan etil metana sulfonat (EMS). Mutan terpilih diseleksi lagi untuk mendapatkan mutan unggul yang menghasilkan antibiotik sefaloporin C.
Penggunaan sinar UV 254 nm pada jarak 15 cm dari objek selama 29 menit dapat meningkatkan produksi sefalosporin C sebesar 128.0% dari hasil mutasi I dan 149.1% dari hasil mutasi II. Produksi sefalosporin C dapat ditingkatkan dengan mutasi fisik menggunakan sinar UV yang dikombinasikan dengan cara kimia menggunakan EMS dengan konsentrasi 160 µl/ml selama 45 menit, yakni menghasilkan kenaikan produksi sefalosporin C sebesar 198.8% pada mutan GBKI-17.
Penggunaannya
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral dan terutama digunakan di rumah sakit.
1. Generasi I, digunakan per oral pada infeksi saluran kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila terdapat alergi untuk penisilin.
2. Generasi II atau III, digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi I, juga terkombinasi dengan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya. Begitu pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus dan ginekologi. Sefoksitin dan sefuroksim (generasi ke II) digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok yang membentuk laktamase.
3. Generasi III, Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonore, terutama bila telah timbul resistensi terhadap senyawa fluorkuinon (siprofloksasin). Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.
4. Generasi IV, dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi dengan kuman Gram-positif.
Mekanisme kerja
Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak dan tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan, tetapi antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim (carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran sitoplasma bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan perbedaan dalam spektrum aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase. Seperti antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya dianggap lebih efektif terhadap pertumbuhan bakteri aktif.
Farmakokinetik (Umum)
Sampai saat ini, hanya beberapa sefalosporin generasi pertama lumayan diserap setelah pemberian oral, tetapi ini telah berubah dengan ketersediaan aksetil (generasi kedua) dan cefixime (generasi ketiga). Tergantung pada obat, penyerapan mungkin tertunda, berubah, atau meningkat jika diberikan dengan makanan.
Sefalosporin secara luas didistribusikan ke sebagian besar jaringan dan cairan, termasuk tulang, cairan pleura, cairan perikardial dan cairan sinovial. tingkat yang lebih tinggi ditemukan meradang ditulang normal. Sangat tinggi ditemukan dalam urin, tetapi mereka menembus buruk menjadi jaringan prostat dan aqueous humor. Tingkat Empedu dapat mencapai konsentrasi terapi dengan beberapa agen selama obstruksi empedu tidak ada. Dengan pengecualian aksetil, tidak ada sefalosporin generasi kedua atau yang pertama memasuki CSS (bahkan dengan meninges meradang) di tingkat terapi efektif dalam terapi. Konsentrasi cefotaxime, moxalactam, aksetil, ceftizoxime, seftazidim dan ceftriaxone dapat ditemukan dalam CSF parenteral setelah dosis pasien dengan meninges meradang. Sefalosporin menyeberangi plasenta dan konsentrasi serum janin dapat 10% atau lebih dari yang ditemukan dalam serum ibu. Protein mengikat obat secara luas.
Sefalosporin dan metabolitnya (jika ada) diekskresikan oleh ginjal, melalui sekresi tubular dan / atau filtrasi glomerulus. Beberapa sefalosporin (misalnya, cefotaxime, cefazolin, dan cephapirin) sebagian dimetabolisme oleh hati untuk senyawa desacetyl yang mungkin memiliki beberapa aktivitas antibakteri.
Indikasi Klinik
Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal tersebut diatas.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam lainnya. Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin test.
Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka. Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain (misalnya, penisilin, cefamycins, carbapenems).
Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia, syok atau penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan mungkin jauh ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus digunakan untuk kasus ini.
Efek Samping
• Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema, pruritis, udema,
• Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik
• Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri lambung, diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea, konstipasi.
• Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin K.
• Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi ginjal dan toksik nefropati.