Karsinogen adalah zat yang menyebabkan penyakit kanker. Zat-zat karsinogen menyebabkan kanker dengan mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) dalam sel-sel tubuh, dan hal ini mengganggu proses-proses biologis.
Karsinogenik adalah sifat mengendap dan merusak terutama pada organ paru-paru karena zat-zat yang terdapat pada rokok. Sehingga paru-paru menjadi berlubang dan menyebabkan kanker. Pengobatannya yaitu dengan menghentikan konsumsi nikotin dan menggunakan obat tradisional. Karsinogen kimiawi yang pertama kali diidentifikasi adalah senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik. (3)
Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker atau malignant cell. (2)
Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia atau fisik maupun biologik memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. (1,5) Periode laten dari kebanyakan kanker seringkali 20 tahun atau lebih. (1) Efek karsinogen yang lemah dapat tidak terlihat, sebab periode latennya melampaui masa hidup seseorang. (4) Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi. (5,6)
Fase inisiasi
Fase ini berlangsung cepat. Karsinogen kimia misalnya golongan alkylating dapat langsung menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, disebut karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya golongan polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan (diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif.(5) Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/ RNA) atau protein dalam sel terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. (4) Air dan glutation juga diserang, dalam beberapa kasus reaksi ini di katalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-transferase. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi genetik. (6) RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang dimutasi. (4,5) Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan yang tidak berikatan dengan DNA disebut epigenetik. (7) Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek epigenetik. Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh, perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya. Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa menit. (6) Sel berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi
kemudian diekskresi atau dapat terjadi kematian sel atau terjadi reparasi DNA yang rusak tersebut oleh enzim sel menjadi sel normal kembali. (5) Karsinogen kimia dapat didetoksifikasi/ dinon-aktifkan kemudian diekskresi atau dapat langsung diekskresi. Tetapi dari proses pengnon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang karsinogenik. (5) Sebelum terjadi reparasi DNA dapat terjadi replikasi DNA yaitu satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA tersebut menjadi permanen disebut fiksasi lesi. (5,6) Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terjadi fiksasi lesi (terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). (6) Replikasi DNA terjadi karena terdapatnya sel nekrotik sebagai akibat karsinogen. Replikasi ini dapat diinduksi oleh lain bahan kimia toksik, bakteri (misalnya colitis ulcerativa menjadi kanker kolon, (5) Pada jaringan yang mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka yang menyembuh) atau jaringan yang berproliferasi terus menerus (bronkitis kronis menjadi kanker paru pada perokok), virus, parasit (schistosomiasis di Afrika menjadi kanker kandung kemih), defisiensi diet tertentu, hormon dan prosedur percobaan seperti hepatektomi parsial. misalnya sumsum tulang, epitel saluran pencernaan) tanpa terangsang dari luarpun dapat terjadi replikasi DNA. Pada peradangan belum diketahui apakah terjadi akibat peradangan membantu pertumbuhan sel atau melemahnya daya tahan tubuh. Sel terinisiasi dapat mengalami kematian (5) , bila tidak, maka sel dapat masuk ke fase promosi. Pada akhir fase inisiasi belum terlihat perubahan histologis dan biokimiawi hanya terlihat nekrosis sel dengan meningkatnya proliferasi sel. (6)
Fase promosi
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi, hal ini telah dibuktikan pada percobaan binatang. (1,5) Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif. (4) Promosi
adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain (promotor). Pada percobaan binatang dibuktikan terdapat karsinogen kimia yang bekerja sendiri sebagai inisiator dan promotor disebut karsinogen komplit. (1) Dari penyelidikan pada kultur jaringan diketahui fase ini berlangsung bertahun-tahun (10 tahun atau lebih) dan reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom. (5) Alkohol adalah promotor untuk kanker orofarings, larings, esofagus dan hati. (1,6) Alkohol sebagai promotor pada sirosis hepatis atau kerusakan hati lain dapat menimbulkan kanker hati. Promotor lain yaitu DES (diethylstilbestrol) adalah estrogen sintetis nonsteroid yang pernah dipakai untuk terapi osteoporosis, pada tahun 1950 menimbulkan epidemi kanker endometrium. (1,6) DES dosis tinggi pernah digunakan untuk terapi abortus pada tahun 1940-50 menimbulkan kanker vagina dan serviks pada anak wanita penderita. Suplemen estrogen untuk terapi gejala menopause yang digunakan luas pada tahun 1960 an sampai pertengahan tahun 1970 menimbulkan epidemi kanker endometrium. Penyelidikan epidemiologis menunjukkan penurunan insidens kanker ini ke tingkat semula sesuai dengan penurunan penggunaannya. Terapi estrogen
masih digunakan pada umumnya dengan periode lebih pendek sehingga timbulnya kanker endometrium banyak ber-kurang. Terapi estrogen juga terbukti meningkatkan risiko terkena kanker payudara tetapi tidak sejelas kanker endometrium. Terapi estrogen meningkatkan penyakit kandung empedu yang merupakan risiko kanker kandung empedu. Penyelidikan untuk risiko kanker ovarium
mendapatkan hasil yang berlawanan. Lemak adalah promotor untuk kanker payudara, kolon, endometrium, serviks, ovarium, prostat dan kandung empedu. (1,6) Pada kanker payudara, endometrium dan ovarium karena lemak menaikkan kadar estrogen. Hasil penyelidikan epidemiologis dan percobaan binatang tidak konsisten mengenai diet yang lebih banyak lemak tidak jenuh gandanya dari lemak jenuh gandanya dapat menaikkan risiko terkena kanker. Obat imunosupresif misalnya azathioprine dan prednison pada penerima transplantasi organ adalah promotor untuk macam-macam kanker terutama kanker sumsum tulang, limfoma, kanker kulit dan sarkoma Kaposi. (1) Parasit misalnya Clonorchis sinensis adalah promotor untuk cholangioma (6) dan Schistosoma haematobium di Afrika untuk kanker kandung kemih. (1,6) Steroid anabolik yang biasa digunakan atlit adalah promotor untuk hepatoma. (6) Obat kontraseptif estrogen dosis tinggi tanpa progesteron merupakan promotor untuk hamartoma (dapat menyebabkan perdarahan fatal), kanker endometrium atau adenoma hati. (6) Setelah dipakai estrogen dosis rendah dikombinasi dengan progesteron dosis rendah, risiko kanker menurun. Penyelidikan epidemiologis menunjukkan obat kontraseptif sekarang tidak menurunkan atau menaikkan risiko terkena kanker payu dara dan serviks. Terdapat bukti obat kontraseptif dapat mencegah terjadinya kanker ovarium karena obat ini mencegah ovulasi sebagai efek progesteron (antiestrogen). Teori kelebihan androgen yang menimbulkan kanker prostat didukung data epidemiologis bahwa penderita sirosis hepatis dan orang yang dikastrasi sedikit yang terkena kanker prostat. Pada binatang percobaan testosteron sebagai promotor menyebabkan kanker prostat. (1) Esterforbol adalah promotor untuk kanker kulit, paru dan hati. (4) Kurangnya serat dalam makanan antara lain menyebabkan kontak dengan karsinogen lebih lama, memudahkan seseorang terkena kanker kolon. (6) Dari penyelidikan didapatkan serat dalam makanan mungkin menurunkan insidens kanker kolon dengan cara mencegah interaksi asam empedu dengan enzim bakteri (flora usus) dalam usus besar, mencegah pengikatan asam empedu dengan lain bahan kimia yang karsinogenik dalam feses, mengurangi waktu feses dalam usus besar dan menaikkan jumlah feses sehingga menurunkan konsentrasi karsinogen usus. (1) Di Inggris ditemukan hubungan terbalik antara serat pentosa dengan kematian karena kanker kolon tetapi tidak terdapat hubungan dengan jenis serat lain atau dengan keseluruhan serat. (1) Kurangnya vitamin (A, C, beta-karoten dan E) dan mikronutrien selenium (Se) dalam makanan memudahkan seseorang terkena kanker kulit, hati, orofarings, serviks, kandung kemih, kolon, lambung, esofagus, larings dan paru. (6) Kemungkinan vitamin-vitamin inimemproteksi keganasan terutama dalam bentuk kombinasi. Dalam saluran pencernaan vitamin E dan C dapat menghalangi terbentuknya nitrosamine. (1,5) Defisiensi selenium menaikkan efek karsinogenik karsinogen kimia pada tikus besar terutama bila diberi diet tinggi lemak tidak jenuh ganda.(1) Di Skandinavia Utara ditemukan hubungan defisiensi zat besi dengan risiko tinggi terkena kanker farings dan esofagus. Insidens kanker lambung 4-5 kali lebih tinggi di negara yang lebih banyak defisiensi zat besinya daripada di Amerika Serikat. (1) Pada binatang defisiensi seng mempunyai hubungan dengan kanker esofagus dan defisiensi seng dapat berinteraksi dengan alkohol membantu terbentuknya kanker esofagus. (1) Suplemen asam folat mencegah terjadinya kanker serviks pada wanita yang serviksnya abnormal karena kontraseptif oral. (1) Konsumsi tinggi kalsium meningkatkan risiko terkena kanker prostat terutama bila dikonsumsi melebihi 2000 mg/hari. (7) Kalsium banyak terdapat dalam susu skim dan rendah lemak. Sakarin adalah promotor untuk kanker kandung kemih pada tikus terutama bila diberikan selama 2 generasi sedangkan pada manusia belum terbukti promotor untuk kanker. (1) Penyelidikan epidemiologis menunjukkan risiko terkena kanker kandung kemih meningkat 60% pada pria tetapi penyelidikan lain gagal memastikan kenaikan ini. (1) Siklamat adalah promotor untuk kanker kandung kemih pada binatang percobaan sehingga pada tahun 1969 dilarang peredarannya.(1) Kopi dihubungkan dengan kanker kandung kemih dan pankreas pada manusia. Percobaan kultur jaringan binatang menunjukkan kafein dalam kopi menguatkan efek karsinogenik subtansi tertentu. (1) Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. (4) Sel preneoplasma lebih tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya lebih besar. Kebanyakan sel-sel preneoplasma beregresi menjadi sel berdiferensiasi normal tetapi sebagian kecil mengalami perkembangan progresif menjadi sel-sel neoplasma yang ireversibel. (4,6) Pada akhir fase promosi terdapat gambaran histologis dan biokomiawi yang abnormal. (6)
Fase progresi
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. (6) Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. (4,5) Terjadi ekspansi populasi selsel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada esofagus epitel berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel selapis torak yang kemudian berkembang menjadi jaringan dalam keadaan displasia yang kemudian berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih awal yang frekwensinya makin menurun dengan bertambahnya
progresivitas lesi tersebut. Belum banyak diketahui perubahan yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Batas yang pasti perubahan lesi preneoplasma menjadi neoplasma sulit ditentukan. Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan. (6) Penyelidikan terakhir memperlihatkan terjadi aglutinasi pada permukaan sel kanker sehingga sel kanker tumbuh terus meskipun terjadi kontak antar sel. (4) Permukaan sel kanker mempunyai lebih sedikit neksus (daerah kontak antar sel). Ini menunjukkan kurangnya metabolisme dan pertukaran ion-ion antar sel yang juga menyebabkan sel kanker bertambah otonom. Hal ini lebih nyata pada keadaan
displasia yang progresif ke arah neoplasma. Semua perubahan struktur, metabolik dan kelakuan sel ini terjadi karena mutasi yang mengenai inti, mitokondria dan membran endoplasma sel. Kebanyakan sel kanker mensekresi enzim fibrinolitik yang melarutkan jaringan ikat di sekitarnya dan faktor angiogenesis yang menginduksi pembentukan kapilar darah baru di antara pembuluh darah yang berdekatan dengan sel kanker untuk nutrisinya. Pada permukaan sel kanker terbentuk antigen yang menimbulkan respons imun selular dan humoral untuk melawan sel kanker. (4) Antigen permukaan ini sering ditemukan di jaringan fetus, mempunyai hubungan dengan derajat diferensiasi sel dan kekhasannya dipakai sebagai tambahan pada diagnostik kanker.
Referensi
1. Hammond EC. The epidemiological approach to the etiology of cancer. In: Kruse LC, Reese
JL, Hart LK, editors. Cancer pathophysiology, etiology and management. 4th ed. St Louis: The C.V. Mosby Co.; 1975. p. 45-6.
2.Andriyono. Kanker serviks. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta, 2003:14-28
3. Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Carcinogen Metabolism (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. ISBN 1-55009-213-8.
4. Archer MC. Chemical carcinogenesis. In: Tannock JF, Hill RP, editors. The basic science
of oncology. 2nd ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.;1992. p. 102-17.
5. Benchimol S. Viruses and cancer. In: Tannock JF, Hill RP, editors. The basic science of oncology. 2nd ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.; 1992. p. 88-101.
6. Ryser HJP. Chemical carsinogenesis. In: Kruse LC, Reese JL, Hart LK, editors. Cancer pathophysiology, etiology and management. 4th ed. St. Louis: The C.V. Mosby Co.; 1975. p. 47-55.
7. Deininger MWN. Selective induction of leukemia-associated fusion genes by high dose ionizing radiation. Cancer Research 1998;58 : 421-5.
Karsinogenik adalah sifat mengendap dan merusak terutama pada organ paru-paru karena zat-zat yang terdapat pada rokok. Sehingga paru-paru menjadi berlubang dan menyebabkan kanker. Pengobatannya yaitu dengan menghentikan konsumsi nikotin dan menggunakan obat tradisional. Karsinogen kimiawi yang pertama kali diidentifikasi adalah senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik. (3)
Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker atau malignant cell. (2)
Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia atau fisik maupun biologik memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. (1,5) Periode laten dari kebanyakan kanker seringkali 20 tahun atau lebih. (1) Efek karsinogen yang lemah dapat tidak terlihat, sebab periode latennya melampaui masa hidup seseorang. (4) Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi. (5,6)
Fase inisiasi
Fase ini berlangsung cepat. Karsinogen kimia misalnya golongan alkylating dapat langsung menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, disebut karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya golongan polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan (diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif.(5) Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/ RNA) atau protein dalam sel terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. (4) Air dan glutation juga diserang, dalam beberapa kasus reaksi ini di katalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-transferase. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi genetik. (6) RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang dimutasi. (4,5) Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan yang tidak berikatan dengan DNA disebut epigenetik. (7) Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek epigenetik. Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh, perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya. Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa menit. (6) Sel berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi
kemudian diekskresi atau dapat terjadi kematian sel atau terjadi reparasi DNA yang rusak tersebut oleh enzim sel menjadi sel normal kembali. (5) Karsinogen kimia dapat didetoksifikasi/ dinon-aktifkan kemudian diekskresi atau dapat langsung diekskresi. Tetapi dari proses pengnon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang karsinogenik. (5) Sebelum terjadi reparasi DNA dapat terjadi replikasi DNA yaitu satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA tersebut menjadi permanen disebut fiksasi lesi. (5,6) Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terjadi fiksasi lesi (terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). (6) Replikasi DNA terjadi karena terdapatnya sel nekrotik sebagai akibat karsinogen. Replikasi ini dapat diinduksi oleh lain bahan kimia toksik, bakteri (misalnya colitis ulcerativa menjadi kanker kolon, (5) Pada jaringan yang mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka yang menyembuh) atau jaringan yang berproliferasi terus menerus (bronkitis kronis menjadi kanker paru pada perokok), virus, parasit (schistosomiasis di Afrika menjadi kanker kandung kemih), defisiensi diet tertentu, hormon dan prosedur percobaan seperti hepatektomi parsial. misalnya sumsum tulang, epitel saluran pencernaan) tanpa terangsang dari luarpun dapat terjadi replikasi DNA. Pada peradangan belum diketahui apakah terjadi akibat peradangan membantu pertumbuhan sel atau melemahnya daya tahan tubuh. Sel terinisiasi dapat mengalami kematian (5) , bila tidak, maka sel dapat masuk ke fase promosi. Pada akhir fase inisiasi belum terlihat perubahan histologis dan biokimiawi hanya terlihat nekrosis sel dengan meningkatnya proliferasi sel. (6)
Fase promosi
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi, hal ini telah dibuktikan pada percobaan binatang. (1,5) Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif. (4) Promosi
adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain (promotor). Pada percobaan binatang dibuktikan terdapat karsinogen kimia yang bekerja sendiri sebagai inisiator dan promotor disebut karsinogen komplit. (1) Dari penyelidikan pada kultur jaringan diketahui fase ini berlangsung bertahun-tahun (10 tahun atau lebih) dan reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom. (5) Alkohol adalah promotor untuk kanker orofarings, larings, esofagus dan hati. (1,6) Alkohol sebagai promotor pada sirosis hepatis atau kerusakan hati lain dapat menimbulkan kanker hati. Promotor lain yaitu DES (diethylstilbestrol) adalah estrogen sintetis nonsteroid yang pernah dipakai untuk terapi osteoporosis, pada tahun 1950 menimbulkan epidemi kanker endometrium. (1,6) DES dosis tinggi pernah digunakan untuk terapi abortus pada tahun 1940-50 menimbulkan kanker vagina dan serviks pada anak wanita penderita. Suplemen estrogen untuk terapi gejala menopause yang digunakan luas pada tahun 1960 an sampai pertengahan tahun 1970 menimbulkan epidemi kanker endometrium. Penyelidikan epidemiologis menunjukkan penurunan insidens kanker ini ke tingkat semula sesuai dengan penurunan penggunaannya. Terapi estrogen
masih digunakan pada umumnya dengan periode lebih pendek sehingga timbulnya kanker endometrium banyak ber-kurang. Terapi estrogen juga terbukti meningkatkan risiko terkena kanker payudara tetapi tidak sejelas kanker endometrium. Terapi estrogen meningkatkan penyakit kandung empedu yang merupakan risiko kanker kandung empedu. Penyelidikan untuk risiko kanker ovarium
mendapatkan hasil yang berlawanan. Lemak adalah promotor untuk kanker payudara, kolon, endometrium, serviks, ovarium, prostat dan kandung empedu. (1,6) Pada kanker payudara, endometrium dan ovarium karena lemak menaikkan kadar estrogen. Hasil penyelidikan epidemiologis dan percobaan binatang tidak konsisten mengenai diet yang lebih banyak lemak tidak jenuh gandanya dari lemak jenuh gandanya dapat menaikkan risiko terkena kanker. Obat imunosupresif misalnya azathioprine dan prednison pada penerima transplantasi organ adalah promotor untuk macam-macam kanker terutama kanker sumsum tulang, limfoma, kanker kulit dan sarkoma Kaposi. (1) Parasit misalnya Clonorchis sinensis adalah promotor untuk cholangioma (6) dan Schistosoma haematobium di Afrika untuk kanker kandung kemih. (1,6) Steroid anabolik yang biasa digunakan atlit adalah promotor untuk hepatoma. (6) Obat kontraseptif estrogen dosis tinggi tanpa progesteron merupakan promotor untuk hamartoma (dapat menyebabkan perdarahan fatal), kanker endometrium atau adenoma hati. (6) Setelah dipakai estrogen dosis rendah dikombinasi dengan progesteron dosis rendah, risiko kanker menurun. Penyelidikan epidemiologis menunjukkan obat kontraseptif sekarang tidak menurunkan atau menaikkan risiko terkena kanker payu dara dan serviks. Terdapat bukti obat kontraseptif dapat mencegah terjadinya kanker ovarium karena obat ini mencegah ovulasi sebagai efek progesteron (antiestrogen). Teori kelebihan androgen yang menimbulkan kanker prostat didukung data epidemiologis bahwa penderita sirosis hepatis dan orang yang dikastrasi sedikit yang terkena kanker prostat. Pada binatang percobaan testosteron sebagai promotor menyebabkan kanker prostat. (1) Esterforbol adalah promotor untuk kanker kulit, paru dan hati. (4) Kurangnya serat dalam makanan antara lain menyebabkan kontak dengan karsinogen lebih lama, memudahkan seseorang terkena kanker kolon. (6) Dari penyelidikan didapatkan serat dalam makanan mungkin menurunkan insidens kanker kolon dengan cara mencegah interaksi asam empedu dengan enzim bakteri (flora usus) dalam usus besar, mencegah pengikatan asam empedu dengan lain bahan kimia yang karsinogenik dalam feses, mengurangi waktu feses dalam usus besar dan menaikkan jumlah feses sehingga menurunkan konsentrasi karsinogen usus. (1) Di Inggris ditemukan hubungan terbalik antara serat pentosa dengan kematian karena kanker kolon tetapi tidak terdapat hubungan dengan jenis serat lain atau dengan keseluruhan serat. (1) Kurangnya vitamin (A, C, beta-karoten dan E) dan mikronutrien selenium (Se) dalam makanan memudahkan seseorang terkena kanker kulit, hati, orofarings, serviks, kandung kemih, kolon, lambung, esofagus, larings dan paru. (6) Kemungkinan vitamin-vitamin inimemproteksi keganasan terutama dalam bentuk kombinasi. Dalam saluran pencernaan vitamin E dan C dapat menghalangi terbentuknya nitrosamine. (1,5) Defisiensi selenium menaikkan efek karsinogenik karsinogen kimia pada tikus besar terutama bila diberi diet tinggi lemak tidak jenuh ganda.(1) Di Skandinavia Utara ditemukan hubungan defisiensi zat besi dengan risiko tinggi terkena kanker farings dan esofagus. Insidens kanker lambung 4-5 kali lebih tinggi di negara yang lebih banyak defisiensi zat besinya daripada di Amerika Serikat. (1) Pada binatang defisiensi seng mempunyai hubungan dengan kanker esofagus dan defisiensi seng dapat berinteraksi dengan alkohol membantu terbentuknya kanker esofagus. (1) Suplemen asam folat mencegah terjadinya kanker serviks pada wanita yang serviksnya abnormal karena kontraseptif oral. (1) Konsumsi tinggi kalsium meningkatkan risiko terkena kanker prostat terutama bila dikonsumsi melebihi 2000 mg/hari. (7) Kalsium banyak terdapat dalam susu skim dan rendah lemak. Sakarin adalah promotor untuk kanker kandung kemih pada tikus terutama bila diberikan selama 2 generasi sedangkan pada manusia belum terbukti promotor untuk kanker. (1) Penyelidikan epidemiologis menunjukkan risiko terkena kanker kandung kemih meningkat 60% pada pria tetapi penyelidikan lain gagal memastikan kenaikan ini. (1) Siklamat adalah promotor untuk kanker kandung kemih pada binatang percobaan sehingga pada tahun 1969 dilarang peredarannya.(1) Kopi dihubungkan dengan kanker kandung kemih dan pankreas pada manusia. Percobaan kultur jaringan binatang menunjukkan kafein dalam kopi menguatkan efek karsinogenik subtansi tertentu. (1) Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. (4) Sel preneoplasma lebih tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya lebih besar. Kebanyakan sel-sel preneoplasma beregresi menjadi sel berdiferensiasi normal tetapi sebagian kecil mengalami perkembangan progresif menjadi sel-sel neoplasma yang ireversibel. (4,6) Pada akhir fase promosi terdapat gambaran histologis dan biokomiawi yang abnormal. (6)
Fase progresi
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. (6) Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. (4,5) Terjadi ekspansi populasi selsel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada esofagus epitel berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel selapis torak yang kemudian berkembang menjadi jaringan dalam keadaan displasia yang kemudian berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih awal yang frekwensinya makin menurun dengan bertambahnya
progresivitas lesi tersebut. Belum banyak diketahui perubahan yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Batas yang pasti perubahan lesi preneoplasma menjadi neoplasma sulit ditentukan. Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan. (6) Penyelidikan terakhir memperlihatkan terjadi aglutinasi pada permukaan sel kanker sehingga sel kanker tumbuh terus meskipun terjadi kontak antar sel. (4) Permukaan sel kanker mempunyai lebih sedikit neksus (daerah kontak antar sel). Ini menunjukkan kurangnya metabolisme dan pertukaran ion-ion antar sel yang juga menyebabkan sel kanker bertambah otonom. Hal ini lebih nyata pada keadaan
displasia yang progresif ke arah neoplasma. Semua perubahan struktur, metabolik dan kelakuan sel ini terjadi karena mutasi yang mengenai inti, mitokondria dan membran endoplasma sel. Kebanyakan sel kanker mensekresi enzim fibrinolitik yang melarutkan jaringan ikat di sekitarnya dan faktor angiogenesis yang menginduksi pembentukan kapilar darah baru di antara pembuluh darah yang berdekatan dengan sel kanker untuk nutrisinya. Pada permukaan sel kanker terbentuk antigen yang menimbulkan respons imun selular dan humoral untuk melawan sel kanker. (4) Antigen permukaan ini sering ditemukan di jaringan fetus, mempunyai hubungan dengan derajat diferensiasi sel dan kekhasannya dipakai sebagai tambahan pada diagnostik kanker.
Referensi
1. Hammond EC. The epidemiological approach to the etiology of cancer. In: Kruse LC, Reese
JL, Hart LK, editors. Cancer pathophysiology, etiology and management. 4th ed. St Louis: The C.V. Mosby Co.; 1975. p. 45-6.
2.Andriyono. Kanker serviks. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta, 2003:14-28
3. Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Carcinogen Metabolism (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. ISBN 1-55009-213-8.
4. Archer MC. Chemical carcinogenesis. In: Tannock JF, Hill RP, editors. The basic science
of oncology. 2nd ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.;1992. p. 102-17.
5. Benchimol S. Viruses and cancer. In: Tannock JF, Hill RP, editors. The basic science of oncology. 2nd ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.; 1992. p. 88-101.
6. Ryser HJP. Chemical carsinogenesis. In: Kruse LC, Reese JL, Hart LK, editors. Cancer pathophysiology, etiology and management. 4th ed. St. Louis: The C.V. Mosby Co.; 1975. p. 47-55.
7. Deininger MWN. Selective induction of leukemia-associated fusion genes by high dose ionizing radiation. Cancer Research 1998;58 : 421-5.
0 comments:
Post a Comment