Friday, September 7, 2012

Mengenal Histamin, Penyebab Alergi

Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam tanggapan imun lokal, selain itu senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai neurotransmitter.
Sebagai tanggapan tubuh terhadap patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut.

Histamin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor histamin di sel. Ada 4 jenis reseptor histamin yang telah diidentifikasi, yakni:
Reseptor Histamin H1
Reseptor ini ditemukan di jaringan otot, endotelium, dan sistem syaraf pusat. Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan mengakibatkan vasodilasi, bronkokonstriksi, nyeri, gatal pada kulit. Reseptor ini adalah reseptor histamin yang paling bertanggungjawab terhadap gejala alergi.

Reseptor Histamin H2
Ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung.

Reseptor Histamin H3
Bila aktif, maka akan menyebabkan penurunan penglepasan neurotransmitter, seperti histamin, asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin.

Reseptor Histamin H4
Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan di kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar. Perannya sampai saat ini belum banyak diketahui.
Beberapa fungsi pengaturan di dalam tubuh juga telah ditemukan berkaitan erat dengan kehadiran histamin. Histamin dilepaskan sebagai neurotransmitter. Aksi penghambatan reseptor histamin H1  (antihistamin H1) menyebabkan mengantuk. Selain itu ditemukan pula bahwa histamin juga dilepaskan oleh sel-sel mast di organ genital pada saat terjadi orgasme.
Pasien penderita schizophrenia ternyata memiliki kadar histamin yang rendah dalam darahnya. Hal ini mungkin disebabkan karena efek samping dari obat antipsikotik yang berefek samping merugikan bagi histamin, contohnya quetiapine. Ditemukan pula bahwa ketika kadar histamin kembali normal, maka kesehatan pasien penderita schizophrenia tersebut juga ikut membaik.
Histamin
Histamin adalah senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan terhadap berbagai proses fisiologis yang penting. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-heparin dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa allergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar UV, cuaca, racun, tripsin, dan enzim proteolitik lain, deterjen, zat warna, obat makanan dan beberapa turunan amina. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin.
Pelepasan histamine terjadi akibat :
•    Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka
•    Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan  melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
•    Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.
•    Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.
Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target. Reseptor histamine dibagi menjadi histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2). Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H-1 : H-2. stimulasi reseptor H-1 menimbulkan :
•    Vasokonstriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar
•    Kontraksi oto bronkus, otot usus dan otot uterus
•    Kontraksi sel-sel otot polos
•    Kenaikan aliran limfe
Stimulasi reseptor H-2 menimbulkan :
¨      Dilatasi pembuluh paru-paru
¨      Meningkatkan frekuensi jantung dan kenaikan kontraktilitas jantung
¨      Kenaikan sekresi kelenjar terutama dalam mukosa lambung
ANTIHISTAMIN
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
v     Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal akibat reaksi alergi
v     Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita pada tukak lambung
v     Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental
Antagonis Reseptos H-1
Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa yang secara kompetitif menghambat histamin pada reseptor H-1 dan telah digunakan secara klinis dalam beberapa tahun. Beberapa tersedia untuk dijual bebas, baik sebagai tunggal maupun di dalam formulasi kombinasi seperti pil flu dan pil untuk membantu tidur.
Antagonis H-1 sering disebut antihistamin klasik atau antihistamin H-1. antagonis H-1 menghambat efek histamin dengan cara antagonisme kompetitif yang reversibel pada reseptor H-1. Mereka mempunyai kemampuan yang diabaikan pada reseptor H-2 dan kecil pada reseptor H-3, contohnya : induksi kontraksi yang disebabkan histamin pada otot polos bronkioler ataupun saluran cerna dapat dihambat secara lengkap oleh agen-agen tersebut, tetapi efek pada sekresi asam lambung dan jantung tidak termodifikasi. Antagonis H-1 dibagi menjadi agen generasi pertama dan generasi kedua.
Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif kuat, karena agen generasi pertama lebih mempunyai sifat menghambat reseptor autonom. Sedangkan antagonis H-1 generasi kedua kurang bersifat sedatif disebabkan distribusinya yang tidak lengkap dalam sistem saraf pusat.
Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai banyak efek yang tidak berhubungan dengan penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah besar efek tersebut diduga dihasilkan dari kesamaan struktur umumnya dengan struktur obat yang mempunyai efek pada kolinoseptor muskarinik, adrenoreseptor-α, serotonin dan situs reseptor anestetika lokal. Beberapa dari efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa lainnya tidak dikehendaki.
Efek yang tidak disebabkan oleh penghambatan reseptor histamin :
1.    Efek sedasi
Efek umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek sedasi. Tetapi intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya cukup besar pada beberapa agen membuatnya sebagai bantuan tidur dan tidak cocok digunakan di siang hari. Efek tersebut menyerupai beberapa obat antimuskarinik.
1.    Efek antimual dan antimuntah
Beberapa antagonis H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu mencegah terjadinya motion sickness. Contoh obatnya : Doxylamine.
1.    Kerja antikolinoreseptor
Banyak agen dari generasi pertama mempunyai efek seperti atropin yang bermakna pada muskarinik perifer.
1.    Kerja penghambatan adrenoreseptor
Efek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada beberapa antagonis H-1, namun penghambatan terhadap reseptor beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap reseptor alfa tersebut dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah Promethazine.
1.    Kerja penghambatan serotonin
Efek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat dibuktikan pada agen antagonis H-1 generasi pertama. Contoh obat : Cyproheptadine.
1.    Efek parkinsonisme
Hal ini karena kemampuan agen antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek antikolinergik.
Contoh obat antagonis H-1 generasi pertama dan mekanismenya adalah :
1.    Doxylamine
Doxylamine berkompetisi dengan histamin untuk menempati reseptor histamin 1, mengeblok kemoreseptor, mengurangi stimulasi vestibular dan menekan fungsi labyrinthine melalui aktivitas kolinergik pusatnya.
1.    Clemastine
Clemastine berkompetisi dengan histamin untuk menempati reseptor histamin 1 pada efektor di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan.
Antagonis histamin 1 generasi 2
Pada reaksi alergi, alergen (semacam antigen) berinteraksi dan membentuk ikatan silang dengan permukaan dari antibodi IgE pada sel mast dan basofil. Ketika terjadi kompleks sel mast antibodi-antigen, akan memacu terjadinya degranulasi dan pelepasan histamin (dan mediator lainnya) dari dalam sel mast maupun basofil. Setelah dilepaskan,histamin dapat bereaksi (menimbulkan efek) pada jaringan yang terdapat reseptor histamin.
Proses release histamin tidak terjadi secara langsung, melainkan diawali dengan transduksi signal. Proses transduksi signal adalah proses masuknya signal ke dalam sel sehingga membuat sel bereaksi dan menimbulkan efek. Ketika alergen masuk pertama kali ke dalam tubuh, TH-2 limfosit akan mengeluarkan IL-4, IL-4 menghasilkan signal yang merangsang B-sel (suatu sel limfosit) untuk menghasilkan antibodi IgE. Ketika alergen menyerang untuk yang kedua kalinya, IgE berikatan dengan alergen dan dibawa menuju sel mast. Pada sel mast kompleks IgE-alergen akan terikat pada reseptor Fcε (Epsilon-C reseptor). Ikatan ini akan menghasilkan signal ke dalam sel yang akan mengaktifkan enzim fosfolipase. Fosfolipase akan mengubah phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP2) menjadi inositol 1,4,5-triphosphate (IP3) yang akan memobilisasi Ca2+ dari organel penyimpan dalam sel mast. Ca2+ merupakan second messenger bagi terjadinya kontraksi otot atau sel. Second messenger inilah yang memacu proses degranulasi sel mast sehingga histamin akan terlepas.
Histamin bereaksi pada reseptor H-1, dapat menyebabkan pruritus (gatal-gatal), vasodilatasi, hipotensi, wajah memerah, pusing, takikardia, bronkokonstriksi, menaikkan permeabilitas vaskular, rasa sakit dan lain-lain. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asan amino histidin. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil dalam bentuk tidak aktif secara biologik dan disimpan terikat dalam heparin dan protein basa. Histamin akan dibebaskan pada reaksi hipersensitivitas pada rusaknya sel dan akibat senyawa kimia. Antihistamin adalah obat yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya sehingga mampu meniadakan histamin.
Reseptor H-1 disebut juga metabotropik G-protein coupled reseptor. G-protein yang terdapat dalam reseptor H-1 menghasilkan fosfolipase dan fosfatidylinositol. Kedua senyawa inilah yang bertindak sebagai penunjuk jalan histamine sampai ke reseptor H-1. Pelepasan histamin dapat diinduksi oleh produksi enzim prostaglandin sintase. Sebagai akibatnya terjadi pelepasan histamine yang berlebihan sehingga menyebabkan vasodilatasi karena histamine menginduksi endotel vaskuler yang menghasilkan cGMP di otot polos. cGMP inilah yang menyebabkan vasodilatasi. Efek ini dapat dihilangkan dengan adanya antagonis histamin H-1 dimana mekanisme kerjanya bersifat inhibitor kompetitif terhadap reseptor-reseptor histamin.
Antagonis histamin H-1 terdiri dari 3 generasi : generasi 1,generasi 2 dan generasi 3. Perbedaan antara generasi 1 dan generasi 2 terletak pada efek samping yang ditimbulkan, generasi 1 menimbulkan efek sedatif sedangkan generasi 2 pada umumnya non sedatif karena generasi 2 pada umumnya tidak dapat menembus blood brain barrier(bersifat lipofobik dan bulky), sehingga tidak mempengaruhi sistem saraf pusat. Selain itu, antihistamin H-1 generasi 2 bersifat spesifik karena hanya terikat pada reseptor H-1. Beberapa obat generasi 2 dapat menghambat pelepasan mediator histamin oleh sel mast.
Obat antihistamin H-1 generasi 2 tidak bisa digolongkan berdasarkan struktur kimianya karena meskipun memiliki struktur kimia dasar yang sama, obat tersebut masih memiliki gugus fungsional tambahan yang berbeda. Contoh : sterfenadine, aztemizole, nuratadine, ketotifen, levokaloastin, mempunyai cincin piperidin tetapi tidak dapat dimasukkan dalam satu golongan karena mempunyai gugus fungsional tambahan yang berbeda.
Efek samping antagonis histamin H-1 G2 :
-          Allergic – photosensitivity, anaphylactic shock, drug rash, dermatitis
-          Central nervous system* – somnolence / drowsiness, headache fatigue, sedation
-          Respiratory** – dry mouth, nose and throat (cetirizine, loratadine)
-          Gastrointestinal** – nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine
Obat-obat antagonis histamin H-1 G2 :
•    Cetirizine (Zyrtex)
Cetirizine HCl merupakan antagonis reseptor H-1. Nama kimianya adalah (±) – [2-[4-[(4-chlorophenyl)phenylmethyl]-1-piperazinyl]ethoxy]acetic acid. Rumus empirisnya adalah C12H25C4N2O3.2HCl dan Bmnya 461,82.
Cetirizine dapat menurunkan jumlah histamin dengan mengurangi jumlah produksi prostaglandin dan menghambat migrasi basofil yang diinduksi oleh antigen. Indikasi : seasonal allergic rhinitis (karena pollen, rumput). Perennial allergic rhinitis (karena debu, bulu binatang, dan jamur). Chronic urticaria. Efek samping : anoreksia, tachycardia, migraine, konstipasi, dehidrasi.
•    Fexofenadine
Fexofenadine HCl (paten: Allegra dan Telfast) adalah suatu obat antihistamin yang digunakan untuk pengobatan demam dan gejala alergi yang mirip lainnya. Obat ini merupakan obat alternatif dari terfenadine yang memiliki kontra indikasi yang serius. Fexofenadine seperti antagonis H1 generasi 2 dan 3 lainnya, tidak dapat melewati blood brain barrier dan kurang menyebabkan efek sedative dibandingkan dengan obat generasi 1. kerja dari obat ini adalah sebagai antagonis dari reseptor H1.
Indikasi : seasonal allergic rhinitis, chronic idiopathic urticaria.
Efek samping : dizziness, back pain, cough, stomach discomfort, pain in extremity.
Kontraindikasi : pada pasien dengan hipersensitifitas dengan fexofenadine dan beberapa aksus lainnya yang jarang terjadi menyebabkan angiodema, sesak nafas, kemerahan pada kulit dan anafilaksis.
Terdapat obat-obat generasi dua yang dapat mengakibatkan cardiotoxic seperti astemizole. Obat astemizole dapat berikatan dengan potassium (K) channel, yang merupakan reglator potensial membrane sel. Ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi potassium channel menyebabkan Long QT Syndrome. Long DT Syndrome merupakan perpanjangan dari QT interval. Apabila QT interval panjang, secara otomatis ritme jantung akan menurun, disebut juga dengan bradycardia. Bradycardia akan menyebabkan kurngnya supply oksigen dalam tubuh dan juga penyumbatan aliran darah (heart block).

Diambil dari berbagai sumber
Read more »

Hak Pasien Atas Obat

oleh : Drs. Yudi Hardi Susilo, Apt*

        Yang dimaksud dengan obat disini adalah semua zat baik itu kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya. Di beberapa pustaka disebutkan bahwa tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti penyakit, namun ada pula yang pada awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika, atau racun untuk membunuh musuh. Misalnya, strychnine dan kurare mulanya digunakan sebagai racun-panah penduduk pribumi Afrika dan Amerika Selatan. Contoh yang lebih baru ialah obat kanker nitrogen-mustard yang semula digunakan sebagai gas-racun (mustard gas) pada perang dunia pertama. (Obat-obat Penting,2002).
        Di kalangan masyarakat istilah obat biasanya dikenal dalam berbagai pengelompokan, seperti :  obat paten, obat generik, obat tradisional/jamu, obat keras, narkotika, obat dengan resep, obat tanpa resep, obat racikan, obat cina dan istilah obat lainnya misalnya yang berkaitan dengan harga misalnya istilah obat murah dan obat mahal. Pengertian obat paten atau dalam kamus obat dikenal dengan nama spesialite adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama khas yang dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar atau proprietary name. Sedangkan yang dimaksud dengan obat generik adalah nama obat sesuai dengan kandungan zat berkhasiat obat tersebut. Sebagai contoh : Asam Mefenamat (nama/obat generik) terdapat dalam obat paten seperti Ponstan, Mefinal, Pondex, Topgesic dan masih banyak lagi. Begitu juga dengan Amoxycillin(nama/obat generic) terdapat dalam nama obat paten seperti Amoxsan, Kalmoxillin, Kimoxil, dan juga masih banyak lagi nama obat paten dengan kandungan yang sama.
        Walaupun berisikan kandungan zat berkhasiat dengan nama generik/official yang sama namun setiap obat paten mempunyai harga yang berbeda-beda dari pabrik yang memproduksiya. Perbedaan harga tersebut umumnya terkait dengan faktor-faktor pembuatan obat tersebut dari mulai jenis bahan baku yang digunakan, alat-alat produksinya, biaya produksi, mutu pengujiannya, cara pengemasan sampai dengan promosi pemasarannya. Semua faktor tersebut kemudian dihitung serinci mungkin sehingga diperoleh harga netto dari pabrik yang selanjutnya dijual dalam jumlah besar kepada para pedagang besar farmasi(PBF)/distributor. Apotek kemudian membeli obat tersebut sebagai harga netto untuk apotek(HNA) yang selanjutnya dijual kepada konsumen dengan harga yang berbeda-beda tergantung masing-masing apotek menetapkan faktor harga jual apotek(HJA)nya. Perbedaan harga yang sampai ke konsumen ini masih mendapat toleransi dari pemerintah pada range faktor harga penjualan/ harga eceran tertinggi (HET) tertentu.
        Jumlah item obat di Indonesia itu sendiri sampai saat ini sudah mencapai lebih dari 5.000 macam obat, baik itu obat paten maupun obat generik sehingga hampir dipastikan, setiap apotek tidak mungkin menyediakan seluruh item obat tersebut secara lengkap, hal ini dikarenakan tidak semua obat tersebut digunakan oleh pasien atau bahkan distributor tidak menyediakan karena memang sebagian besar obat memang tidak pernah ditulis oleh dokter dan tidak pernah dipesan oleh apotek. Keadaan ini perlu dipahami oleh pasien bahkan juga oleh dokter penulis resep, mengingat ada kasus seorang pasien yang membawa resep dari dokter, merasa putus asa untuk mencari obat tersebut di seluruh apotek di Sulawesi Selatan, baik itu di Makassar, Parepare atau pun daerah lainnya. Bahkan distributor dari asal obat tersebut juga tidak menyediakan obat tersebut karena selama ini memang tidak ada kasus yang menyebabkan distributor harus menyediakan obat tersebut. Setelah ditelusuri ternyata dokter penulis resep menuliskan obat berdasarkan pengalamannya bahwa di Jawa banyak tersedia obat tersebut, tanpa memberikan alternative lainnya jika obat tersebut tidak tersedia sehingga pasien tidak merasa dipersulit untuk mencari alternative penyembuhan untuk diri atau keluarganya.
        Kasus di atas merupakan salah satu dari peristiwa yang berhubungan dengan hak pasien atas obat. Hal ini karena seharusnya pasien berhak mendapatkan obat yang diinginkannya sesuai resep dokter. Namun pasien juga berhak atas penggantian obat apabila memang obat tersebut tidak tersedia di Apotek dengan jalan berkonsultasi kepada dokter atau Apoteker di Apotek. Penggantian obat secara ilmiah tidak menyalahi aspek pengobatan karena apabila obat pengganti mempunyai kandungan dan komposisi zat berkhasiat yang sama maka obat tersebut juga memiliki khasiat/indikasi yang sama pula dengan obat sebelumnya. Kemanjuran obat menurut ilmu farmakologi biasanya terkait dengan aspek farmasi yang disebut dengan tingkat bioavailabiltas(ketersediaan hayati) obat . Maksudnya adalah obat dinyatakan telah manjur apabila telah dilakukan pengujian dengan sediaan hayati dan melalui melalui tes sediaan, obat tersebut telah layak dikonsumsi oleh manusia. Pasien berhak mengetahui aspek seperti ini agar saat memperoleh kesempatan menkonsumsi obat, pasien tidak kebingungan dan terpaku pada obat di satu pabrik saja. Pasien dalam hal ini berhak menentukan obat yang akan digunakan termasuk juga berhak memperoleh informasi tentang khasiat, efek samping, kontraindikasi, alternative obat lainnya bahkan harga obat.  Hal ini telah diatur dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 4 butir c dan g, dan juga Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2, menyatakan hak-hak yang dapat diperoleh seorang pasien. Hak-hak tersebut seperti hak atas akses informasi yang benar, jelas dan jujur, dan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif.
        Hak pasien atas obat sebenarnya merupakan kewajiban pasien untuk melindungi dirinya sendiri, mengingat sediaan obat tidak bisa disamakan dengan sediaan konsumtif lainnya. Konsep dasar obat dari dulu hingga sekarang tetaplah sama yaitu obat adalah racun. Sifatnya yang bisa menyembuhkan dan mengurangi sakit hanya terjadi apabila seseorang mengalami gangguan pada fungsi anatomi dan fisiologinya. Pada orang yang sehat, obat sama sekali tidak berguna bahkan cenderung merusak organ tubuh yang lainnya seperti ginjal dan hati. Begitu juga apabila cara pengobatannya tidak tepat atau dalam istilah farmasi tidak rasional, maka obat tidak akan menyembuhkan penyakit tetapi justru memperparah penyakit yang ada dan bahkan akan menimbulkan penyakit baru bagi dirinya. Dengan demikian bagi pasien tidak ada kata lain untuk wajib mematuhi prosedur pengobatan yang telah dianjurkan oleh petugas medis yang mengetahui tentang rasionalitas pengobatan. Namun tentunya pasien harus kritis dan tanggap apabila ada yang memaksa melakukan pengobatan atau berobat dengan produk pabrik tertentu. Walaupun secara indikasi tepat dan manjur, namun bisa dipastikan harganya akan menjadi tidak normal karena biasanya petugas medis yang menggunakan satu produk pabrik saja akan terlibat aspek promosi untuk memasarkan produk tersebut dan apabila ini terjadi faktor harga menjadi apek penting dalam rasionalitas pengobatan.
        Demikian pula dalam hal memilih apotek, pasien berhak menebus obat di semua apotek yang ada , dan tidak ada keharusan terikat dengan satu apotek meskipun itu dalam rumah sakit. Tentunya dengan catatan ada keterbatasan-keterbatasan seperti tata cara pengeluaran obat narkotika. Namun untuk pelayanan kefarmasian lainya, pasien berhak menentukan sendiri pelayanannya di bidang obat. Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan panduan pasien untuk memilih apotek yang baik, antara lain: Pertama,  Apoteker dan asisten apoteker bekerja secara professional, artinya pasien berhak menilai dan memilih apotek pilihannya dari cara kerja apoteker dan asistennya. Profesionalisme petugas apotek ini akan mempengaruhi tingkat rasionalitas pengobatan yang digunakan pasien karena dengan adanya apoteker dan asistennya, pasien dapat memperoleh informasi lainnya yang berhubungan dengan prosedur pengobatan yang dideritanya. Jika tidak ada, maka yang terjadi hanyalah transaksi jual-beli saja. Kedua, Pilih apotek yang memiliki pelayanan yang cepat dan akurat, artinya cepat dalam hal waktu dan akurat dalam ketepatan obat sesuai yang diinginkan. Ketiga, Pilih apotek yang menyediakan obat yang terjamin keaslian, kualitas, legalitas dan informasinya. Hal ini mengingat saat ini banyak beredar obat-obat palsu yang justru merugikan pasien walaupun harganya murah. Keempat, Pilih apotek yang memiliki tata cara peracikan sesuai standar pembuatan obat yang baik. Hal ini untuk menjamin pasien akan memperoleh produk obat yang tepat, bersih dan manjur, karena apabila apotek terlihat kumuh, kotor dan berantakan bisa dipastikan kualitas peracikan tidak terjamin kebersihan dan kemanjurannya walaupun harga obatnya murah. Kelima, pasien harus memlih apotek yang selalu memberikan edukasi, informasi dan dokumentasi obat yang tersedia. Hal ini mengingat sangat berharganya edukasi, informasi dan dokumentasi tersebut bagi prosedur pengobatan. Keenam, pasien bisa memilih apotek yang selalu mengutamakan kesembuhan sebagai hasil akhir terapi tercapai. Apotek seperti ini tentu akan selalu melayani pasien atas obat dengan sebaik mungkin sebagai wujud dari komitmen dan konsekuensi dalam pengabdian untuk selalu menyehatkan masyarakat.
        Pasien yang cerdas dan petugas medis yang professional menjadi syarat meningkatkan taraf kesehatan bangsa ini dan akan mengurangi tingkat kesalahan yang terjadi dalam dunia kesehatan dan pengobatan. Sangat naif bila keduanya tidak mau berusaha mewujudkannya, karena konsekuensi yang terjadi akan jauh lebih berat dari perbuatan bodoh dan ketidakprofesionalan yang telah dilakukan. Apabila ada kasus yang terjadi, masyarakat tidak wajib menyalahkan satu sama lain karena kewajiban dan hak masing-masing sudah ada tempatnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Penulis :
  Nama        : Drs. Yudi Hardi Susilo, Apt
  Jabatan :
-    Pimpinan PT. Kimia Farma Apotek Kota Parepare
-    Alumnus Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta
  Alamat     :
-    Kantor : Apotek Pelengkap RSUD Andi Makassau Parepare
-    Rumah : Jl. Wekke’e Perum Jawi-jawi Permai RT2 RW3 No.55(A/10) Parepare
  Situs Homepage : www.kimiafarmapare.com atau www.yudihardis.com
  Emai : yudihardis@yahoo.co.uk  Telp : 0421-22237 HP : 0 8 1 3 4 8 2 0 3 3 3 3
  Nomor KTP : 21.5102.260376.7375 berlaku sampai 07 Maret 2009
Read more »

Sunday, April 29, 2012

Esterifikasi Etil Asetat


Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2R dengan R dapat berbentuk alkyl maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, suatu reaksi yang disebut reaksi esterifikasi. Esterifikasi berkatalikan asam dan merupakan reaksi yang reversible. Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester.
Kereaktifan alkohol terhadap esterifikasi
ROH tersier       ROH sekunder          ROH primer         CH3OH
Makin ke kanan bertambah kereaktifannya
Kereaktifan asam karboksilat terhadap esterifikasi
R3CCO2H          R2CHCO2H              RCH2CO2H        CH3CO2H          HCO2H
Makin ke kanan bertambah kereaktifannya
(Fessenden & Fessenden, 1990).
Esterifikasi langsung adalah suatu reaksi adisi nukleofilik dari suatu alkohol terhadap asam karboksilat dengan katalis asam. Reaksinya melibatkan mekanisme 1) protonasi terhadap asam karboksilat; 2) adisi alkohol dan pemindahan proton ke gugus hidroksil; 3) eliminasi air dan deprotonasi (Wilcox & Wilcox, 1995).
Beberapa hal yang penting dalam proses esterifikasi:
· Reflux
· Destilasi
Dalam reaksi esterifikasi dilakukan reflux. Reflux adalah suatu proses pemanasan berulang yang dimaksudkan untuk menyempurnakan reaksi, sehingga reaksi berjalan kea rah produk, dimana terjadi proses kondensasi yang dapat meningkatkan energi kinetic dengan adanya tumbukan antar partikel (Anonim, 2007).
Destilasi adalah salah satu cara untuk mengisolasi suatu senyawa organic yang terdapat pada suatu campuran dari dua larutan. Umumnya destilasi menyangkut pemisahan cairan dimana perbedaaan tekanan uap diambil sebagai keuntungan untuk memisahkan materi tersebut (Debbing, 1987).
Reaksi esterifikasi dapat juga terjadi antara suatu alkohol dengan alkyl halide ataupun dengan suatu anhidrida. Ester dari alkohol tersier dapat juga dihasilkan dengan menggunakan reagen grignard. Ester juga dapat dibuat dengan mereaksikan suatu garam perak dengan alkyl halide dalam larutan etanolik. Esterifikasi dapat juga dihasilkan dengan cara melewatkan campuran uap asam ke dalam alkohol dengan katalis oksida logam pada temperature 300­­­­oC (Anonim, 2007).
Etil asetat memiliki banyak kegunaan seperti pengaroma buah dan pemberi rasa seperti untuk es krim, kue, kopi, teh atau juga untuk parfum. Rumus formula etil asetat adalah C4H8O2 dan tidak berwarna. Titik lebur etil asetat adalah -83,6oC dan titik didihnya adalah 77,1oC. Etil asetat masuk ke tubuh melalui pernafasan dengan udara terkontaminasi atau juga melalui makanan atau minuman. Etil asetat larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%) dan dengan eter (Anonim, 2007).


Referensi
Anonim. 2007. Ester. http://en.wikipedia.org/wiki/Ester
Anonim. 2007. Ethyl Acetate. http://npi.gov.au/database/substance-info/profiles/38.html
Anonim. 2007. Esterification. http://en.wikipedia.org/wiki/esterification
Debbing, D.D. 1987. General Chemistry 2nd edition. Massachusetts: Houghton Miffin Company.
Fessenden, R.J. & J.S. Fessenden. 1990. Kimia Organik. Diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka, Ph.D. Jakarta: Erlangga.
Wilcox, F & M.F. Wilcox. 1995. Experimental Organic Chemistry. New Jersey: prentice Hall, Inc.

Read more »

Karbohidrat


Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini jika dihidrolisa. Terdapat empat golongan utama karbohidrat yaitu monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida.
· Monosakarida atau gula sederhana terdiri dari hanya satu unit polihidroksi aldehid/keton. Monosakarida yang paling banyak di alam adalah D-glukosa 6 – karbon.
· Oligosakarida terdiri dari rantai pendek unit monosakarida yang digabungkan bersama-sama oleh ikatan kovalen. Diantaranya yang paling terkenal adalah disakaridam yang mempunyai dua unit monosakarida. Contohnya adalah sukrosa atau gula tebu, yang terdiri dari D-glukosa 6 karbon dan D-fruktosa yang digabungkan dengan ikatan kovalen. Kebanyakan oligosakarida yang mempunyai tiga/lebih unit, tidak terdapat secara bebas tetapi digabungkan sebagai rantai samping polipeptida pada glikoprotein dan proteoglikan.
· Polisakarida terdiri dari rantai panjang yang mempunyai ratusan/ribuan unit monosakarida. Beberapa polisakarida seperti selulosa, mempunyai rantai linier, sedngkan yang lain seperti glikogen, mempunyai rantai bercabang. Polisakarida yang paling banyak dijumpai yaitu pati dan selulosa (Lehninger,1982).
Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat lain. Moosakarida yang paling sederhana adalah gliseraldehida dan dihidroksiaseton. Gliseraldehida dapat disebut oblotriosa karena terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus aldehida. Dihidroksi aseton dinamakan ketotriosa karena terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus keton (Poedjiadi, 1994).
Monosakarida sederhana adalah senyawa pereduksi. Monosakarida segera mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hydrogen peroksida atau ion kupri (Cu 2+). Pada reaksi ini, gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula (Lehninger, 1982).
Disakarida terdiri dari dua unit monosakarida denganm enghilangkan molekul airnya. Disakarida yang paling umum diantaranya maltosa, laktosa, dan sukrosa. Disakarida mempunyai rumus molekul C12H22O11 dan dapat dihidrolisis dengan asam panas,
Menurut persamaan : C12H22O11 + H2O --> C6H12O6 + C6H12O6
· Maltosa terdiri dari D-Glukosa dan D-Glukosa
· Laktosa terdiri dari D-Glukosa dan D-Galaktosa
· Sukrosa terdiri dari D-Glukosa dan D-Fruktosa
(Basri, 2008).
Oligosakarida adalah polimer dengan derajat polimerisasi 2 sampai 10 dan basanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul disebut disakarida dan bila tiga molekul disebut triosa (Winarno, 1992).
Polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks daripada monosakarida dan disakarida. Molekul polisakarida terdiri ata banyak molekul monosakarida. Beberapa polisakarida yang penting diantaranya adalah amilum, glikogen, dekstrin, dan selulosa (Poedjiadi, 1994).
Polisakarida dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:
· Homopolisakarida : hanya terdiri dari satu jenis unit monosakarida
· Heteropolisakarida : terdiri dari lebih satu jenis monosakarida
(Basri, 2008).
Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif, antara lain:
1. Uji Barfoed
2. Uji Benedict
3. Uji Iodin
4. Uji Molish
5. Uji Seliwanoff
(Winarno, 1992).
Referensi
Basri, A. 2008. Karbohidrat. http://mnlh.go.id/apec.vc/osaka/eastj/04823%/.htm.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Maggy. Jakarta: Erlangga.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar biokimia. Jakarta: UI Press.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Read more »

Teori-teori Mekanisme Nyeri

Mekanisme Nyeri
    Teori-teori yang mengemukakan mekanisme nyeri adalah teori spesifistas, teori intensitas, teori pola, dan teori gerbang nyeri.

1.    Teori Spesifistas
    Teori spesifistas mengemukakan empat kategori sensasi kulit yang utama: (1)sentuhan, (2) panas, (3) dingin, dan (4) nyeri. Setiap sensasi pada kulit adalah hasil stimulasi tempat reseptor nyeri spesifik pada kulit. Stimulasi ujung saraf reseptor nyeri mempercepat transmisi rangsangan nyeri (melalui serabut A dan C) ke medula spinalis. Neuron-neuron nyeri membentuk sinaps dalam substansia gelatinosa dan bertemu dengan bagian lain yang berlawanan dari medula spinalis, mendaki ke otak melalui traktus spinotalamikus. Rasa nyeri kemudian terjadi di daerah spesifik dari talamus dan korteks serebri. Menurut teori spesifisitas, hubungan langsung terjadi antara rangsangan dan persepsi nyeri. Teori ini mengemukakan adanya reseptor nyeri spesifik pada kulit dan menjelaskan mengapa kerusakan jaringan yang sebenarnya menyebabkan nyeri, teori ini gagal untuk menerangkan adaptasi terhadap nyeri dan efek faktor-faktor psikososial pada persepsi nyeri.

2.    Teori Intensitas
    Teori intensitas mengemukakan bahwa nyeri berasal dari stimulasi reseptor nyeri yang berlebihan. Nyeri terjadi jika rangsangan diterapkan dengan intensitas yang cukup. Stimulasi yang berlebihan terhadap reseptor atau kondisi patologis yang meningkatkan penyajian terakhir impuls yang dihasilkan oleh rangsangan nonnoksius dapat menyebabkan nyeri. Teori ini tidak menerangkan rangsangan yang kuat dari beberapa tempat yang tidak menghasilkan nyeri.

3.    Teori Pola
    Teori pola mengemukakan bahwa persepsi nyeri adalah hasil dari intensitas rangsangan (fungsi dari lama waktu dan jumlah jaringan yang terlibat) dan penyajian terakhir dari impuls. Menurut teori pola, reseptor nonspesifik meneruskan pola impuls saraf dari kulit ke medula spinalis. Pola-pola tertentu dari impuls kemudian dirasakan sebagai nyeri. Teori pola tidak menerangkan adaptasi terhadap nyeri, tetapi teori ini memberikan banyak faktor yang berkontribusi terhadap persepsi nyeri.

4.    Teori Gerbang Nyeri
    Teori gerbang nyeri menggambarkan bagaimana rangsangan yang merusak ditransmisikan oleh serabut besar aferen yang bermielin, yang mungkin mencegah penerusan rangsangan nyeri. Menurut teori ini, impuls nosiseptif diteruskan dari reseptor kulit khusus  ke medula spinalis melalui serabut A besar dan serabut C kecil. Serabut-serabut ini berakhir di substansia gelatinosa, di akar dorsal dari sumsum tulang belakang. Sel-sel dalam substansia gelatinosa berfungsi sebagai gerbang, mengatur penerusan impuls ke SSP. Stimulasi serabut saraf besar menyebabkan sel-sel dalam substansia gelatinosa "menutup gerbang". Gerbang yang tertutup menurunkan stimulasi sel-sel pemicu, menurunkan penerusan impuls, dan mengurangi persepsi nyeri. Stimulasi yang tetap dari serabut saraf besar menyebabkan terjadinya adaptasi. Ketika adaptasi impuls dari serabut saraf besar terjadi, hasilnya adalah peningkatan yang relatif dari aktivitas sel-sel saraf kecil. Adaptasi terhadap serabut saraf besar mungkin "membuka gerbang". Goresan dan getaran mencegah adaptasi serabut saraf besar dan menjaga gerbang tertutup selama periode waktu yang lama, mengurangi nyeri. Input serabut saraf besar menghalangi sel-sel dalam substansia gelatinosa dan membuka gerbang. Gerbang yang terbuka meningkatkan stimulasi sel-sel pemicu, meningkatkan transmisi impuls, dan mempertinggi persepsi nyeri. Teori gerbang nyeri menjelaskan mengenai bagaimana harapan personal dan kultural, suasana hati, dan rasa takut dapat mempengaruhi persepsi seseorang mengenai nyeri dan toleransi nyeri. Teori gerbang nyeri menjelaskan bagaimana pengalihan perhatian (distracction), sedangkan pemusatan perhatian terhadap suatu rangsangan nyeri dapat menyebabkannya semakin terasa (Corwin, 1997). Dengan demikian, fungsi kognitif mungkin mengatur persepsi nyeri. interaksi dari sistem kognitif/evaluatif, motivasional/afektif, dan sensori/diskriminatif menentukan tanggapan nyeri individu. Teori gerbang nyeri sangat berpengaruh, tetapi teori ini tidak tepat berkenaan dengan perincian yang spesifik, yaitu adanya hasil eksitasi dan inhibisi dari serabut saraf C adalah tidak mungkin (McCance dan Huether, 2002).
Read more »

Friday, April 27, 2012

Karsinogenesis

Karsinogen adalah zat yang menyebabkan penyakit kanker. Zat-zat karsinogen menyebabkan kanker dengan mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) dalam sel-sel tubuh, dan hal ini mengganggu proses-proses biologis.
Karsinogenik adalah sifat mengendap dan merusak terutama pada organ paru-paru karena zat-zat yang terdapat pada rokok. Sehingga paru-paru menjadi berlubang dan menyebabkan kanker. Pengobatannya yaitu dengan menghentikan konsumsi nikotin dan menggunakan obat tradisional. Karsinogen kimiawi yang pertama kali diidentifikasi adalah senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik. (3)
Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker atau malignant cell. (2)
Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia atau fisik maupun biologik memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. (1,5) Periode laten dari kebanyakan kanker seringkali 20 tahun atau lebih. (1) Efek karsinogen yang lemah dapat tidak terlihat, sebab periode latennya melampaui masa hidup seseorang. (4) Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi. (5,6)

Fase inisiasi
Fase ini berlangsung cepat. Karsinogen kimia misalnya golongan alkylating dapat langsung menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, disebut karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya golongan polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan (diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif.(5) Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/ RNA) atau protein dalam sel terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. (4) Air dan glutation juga diserang, dalam beberapa kasus reaksi ini di katalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-transferase. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi genetik. (6) RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang dimutasi. (4,5) Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan yang tidak berikatan dengan DNA disebut epigenetik. (7) Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek epigenetik. Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh, perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya. Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa menit. (6) Sel berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi
kemudian diekskresi atau dapat terjadi kematian sel atau terjadi reparasi DNA yang rusak tersebut oleh enzim sel menjadi sel normal kembali. (5) Karsinogen kimia dapat didetoksifikasi/ dinon-aktifkan kemudian diekskresi atau dapat langsung diekskresi. Tetapi dari proses pengnon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang karsinogenik. (5) Sebelum terjadi reparasi DNA dapat terjadi replikasi DNA yaitu satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA tersebut menjadi permanen disebut fiksasi lesi. (5,6) Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai terjadi fiksasi lesi (terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). (6) Replikasi DNA terjadi karena terdapatnya sel nekrotik sebagai akibat karsinogen. Replikasi ini dapat diinduksi oleh lain bahan kimia toksik, bakteri (misalnya colitis ulcerativa menjadi kanker kolon, (5) Pada jaringan yang mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka yang menyembuh) atau jaringan yang berproliferasi terus menerus (bronkitis kronis menjadi kanker paru pada perokok), virus, parasit (schistosomiasis di Afrika menjadi kanker kandung kemih), defisiensi diet tertentu, hormon dan prosedur percobaan seperti hepatektomi parsial. misalnya sumsum tulang, epitel saluran pencernaan) tanpa terangsang dari luarpun dapat terjadi replikasi DNA. Pada peradangan belum diketahui apakah terjadi akibat peradangan membantu pertumbuhan sel atau melemahnya daya tahan tubuh. Sel terinisiasi dapat mengalami kematian (5) , bila tidak, maka sel dapat masuk ke fase promosi. Pada akhir fase inisiasi belum terlihat perubahan histologis dan biokimiawi hanya terlihat nekrosis sel dengan meningkatnya proliferasi sel. (6)

Fase promosi
Sel terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan kearah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi, hal ini telah dibuktikan pada percobaan binatang. (1,5) Bila promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi promotor adalah zat proliferatif. (4) Promosi
adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain (promotor). Pada percobaan binatang dibuktikan terdapat karsinogen kimia yang bekerja sendiri sebagai inisiator dan promotor disebut karsinogen komplit. (1) Dari penyelidikan pada kultur jaringan diketahui fase ini berlangsung bertahun-tahun (10 tahun atau lebih) dan reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom. (5) Alkohol adalah promotor untuk kanker orofarings, larings, esofagus dan hati. (1,6) Alkohol sebagai promotor pada sirosis hepatis atau kerusakan hati lain dapat menimbulkan kanker hati. Promotor lain yaitu DES (diethylstilbestrol) adalah estrogen sintetis nonsteroid yang pernah dipakai untuk terapi osteoporosis, pada tahun 1950 menimbulkan epidemi kanker endometrium. (1,6) DES dosis tinggi pernah digunakan untuk terapi abortus pada tahun 1940-50 menimbulkan kanker vagina dan serviks pada anak wanita penderita. Suplemen estrogen untuk terapi gejala menopause yang digunakan luas pada tahun 1960 an sampai pertengahan tahun 1970 menimbulkan epidemi kanker endometrium. Penyelidikan epidemiologis menunjukkan penurunan insidens kanker ini ke tingkat semula sesuai dengan penurunan penggunaannya. Terapi estrogen
masih digunakan pada umumnya dengan periode lebih pendek sehingga timbulnya kanker endometrium banyak ber-kurang. Terapi estrogen juga terbukti meningkatkan risiko terkena kanker payudara tetapi tidak sejelas kanker endometrium. Terapi estrogen meningkatkan penyakit kandung empedu yang merupakan risiko kanker kandung empedu. Penyelidikan untuk risiko kanker ovarium
mendapatkan hasil yang berlawanan. Lemak adalah promotor untuk kanker payudara, kolon, endometrium, serviks, ovarium, prostat dan kandung empedu. (1,6) Pada kanker payudara, endometrium dan ovarium karena lemak menaikkan kadar estrogen. Hasil penyelidikan epidemiologis dan percobaan binatang tidak konsisten mengenai diet yang lebih banyak lemak tidak jenuh gandanya dari lemak jenuh gandanya dapat menaikkan risiko terkena kanker. Obat imunosupresif misalnya azathioprine dan prednison pada penerima transplantasi organ adalah promotor untuk macam-macam kanker terutama kanker sumsum tulang, limfoma, kanker kulit dan sarkoma Kaposi. (1) Parasit misalnya Clonorchis sinensis adalah promotor untuk cholangioma (6) dan Schistosoma haematobium di Afrika untuk kanker kandung kemih. (1,6) Steroid anabolik yang biasa digunakan atlit adalah promotor untuk hepatoma. (6) Obat kontraseptif estrogen dosis tinggi tanpa progesteron merupakan promotor untuk hamartoma (dapat menyebabkan perdarahan fatal), kanker endometrium atau adenoma hati. (6) Setelah dipakai estrogen dosis rendah dikombinasi dengan progesteron dosis rendah, risiko kanker menurun. Penyelidikan epidemiologis menunjukkan obat kontraseptif sekarang tidak menurunkan atau menaikkan risiko terkena kanker payu dara dan serviks. Terdapat bukti obat kontraseptif dapat mencegah terjadinya kanker ovarium karena obat ini mencegah ovulasi sebagai efek progesteron (antiestrogen). Teori kelebihan androgen yang menimbulkan kanker prostat didukung data epidemiologis bahwa penderita sirosis hepatis dan orang yang dikastrasi sedikit yang terkena kanker prostat. Pada binatang percobaan testosteron sebagai promotor menyebabkan kanker prostat. (1) Esterforbol adalah promotor untuk kanker kulit, paru dan hati. (4) Kurangnya serat dalam makanan antara lain menyebabkan kontak dengan karsinogen lebih lama, memudahkan seseorang terkena kanker kolon. (6) Dari penyelidikan didapatkan serat dalam makanan mungkin menurunkan insidens kanker kolon dengan cara mencegah interaksi asam empedu dengan enzim bakteri (flora usus) dalam usus besar, mencegah pengikatan asam empedu dengan lain bahan kimia yang karsinogenik dalam feses, mengurangi waktu feses dalam usus besar dan menaikkan jumlah feses sehingga menurunkan konsentrasi karsinogen usus. (1) Di Inggris ditemukan hubungan terbalik antara serat pentosa dengan kematian karena kanker kolon tetapi tidak terdapat hubungan dengan jenis serat lain atau dengan keseluruhan serat. (1) Kurangnya vitamin (A, C, beta-karoten dan E) dan mikronutrien selenium (Se) dalam makanan memudahkan seseorang terkena kanker kulit, hati, orofarings, serviks, kandung kemih, kolon, lambung, esofagus, larings dan paru. (6) Kemungkinan vitamin-vitamin inimemproteksi keganasan terutama dalam bentuk kombinasi. Dalam saluran pencernaan vitamin E dan C dapat menghalangi terbentuknya nitrosamine. (1,5) Defisiensi selenium menaikkan efek karsinogenik karsinogen kimia pada tikus besar terutama bila diberi diet tinggi lemak tidak jenuh ganda.(1) Di Skandinavia Utara ditemukan hubungan defisiensi zat besi dengan risiko tinggi terkena kanker farings dan esofagus. Insidens kanker lambung 4-5 kali lebih tinggi di negara yang lebih banyak defisiensi zat besinya daripada di Amerika Serikat. (1) Pada binatang defisiensi seng mempunyai hubungan dengan kanker esofagus dan defisiensi seng dapat berinteraksi dengan alkohol membantu terbentuknya kanker esofagus. (1) Suplemen asam folat mencegah terjadinya kanker serviks pada wanita yang serviksnya abnormal karena kontraseptif oral. (1) Konsumsi tinggi kalsium meningkatkan risiko terkena kanker prostat terutama bila dikonsumsi melebihi 2000 mg/hari. (7) Kalsium banyak terdapat dalam susu skim dan rendah lemak. Sakarin adalah promotor untuk kanker kandung kemih pada tikus terutama bila diberikan selama 2 generasi sedangkan pada manusia belum terbukti promotor untuk kanker. (1) Penyelidikan epidemiologis menunjukkan risiko terkena kanker kandung kemih meningkat 60% pada pria tetapi penyelidikan lain gagal memastikan kenaikan ini. (1) Siklamat adalah promotor untuk kanker kandung kemih pada binatang percobaan sehingga pada tahun 1969 dilarang peredarannya.(1) Kopi dihubungkan dengan kanker kandung kemih dan pankreas pada manusia. Percobaan kultur jaringan binatang menunjukkan kafein dalam kopi menguatkan efek karsinogenik subtansi tertentu. (1) Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. (4) Sel preneoplasma lebih tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya lebih besar. Kebanyakan sel-sel preneoplasma beregresi menjadi sel berdiferensiasi normal tetapi sebagian kecil mengalami perkembangan progresif menjadi sel-sel neoplasma yang ireversibel. (4,6) Pada akhir fase promosi terdapat gambaran histologis dan biokomiawi yang abnormal. (6)

Fase progresi
Fase ini berlangsung berbulan-bulan. (6) Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. (4,5) Terjadi ekspansi populasi selsel ini secara spontan dan ireversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada esofagus epitel berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel selapis torak yang kemudian berkembang menjadi jaringan dalam keadaan displasia yang kemudian berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih awal yang frekwensinya makin menurun dengan bertambahnya
progresivitas lesi tersebut. Belum banyak diketahui perubahan yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Batas yang pasti perubahan lesi preneoplasma menjadi neoplasma sulit ditentukan. Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan. (6) Penyelidikan terakhir memperlihatkan terjadi aglutinasi pada permukaan sel kanker sehingga sel kanker tumbuh terus meskipun terjadi kontak antar sel. (4) Permukaan sel kanker mempunyai lebih sedikit neksus (daerah kontak antar sel). Ini menunjukkan kurangnya metabolisme dan pertukaran ion-ion antar sel yang juga menyebabkan sel kanker bertambah otonom. Hal ini lebih nyata pada keadaan
displasia yang progresif ke arah neoplasma. Semua perubahan struktur, metabolik dan kelakuan sel ini terjadi karena mutasi yang mengenai inti, mitokondria dan membran endoplasma sel. Kebanyakan sel kanker mensekresi enzim fibrinolitik yang melarutkan jaringan ikat di sekitarnya dan faktor angiogenesis yang menginduksi pembentukan kapilar darah baru di antara pembuluh darah yang berdekatan dengan sel kanker untuk nutrisinya. Pada permukaan sel kanker terbentuk antigen yang menimbulkan respons imun selular dan humoral untuk melawan sel kanker. (4) Antigen permukaan ini sering ditemukan di jaringan fetus, mempunyai hubungan dengan derajat diferensiasi sel dan kekhasannya dipakai sebagai tambahan pada diagnostik kanker.

Referensi
1. Hammond EC. The epidemiological approach to the etiology of cancer. In: Kruse LC, Reese
JL, Hart LK, editors. Cancer pathophysiology, etiology and management. 4th ed. St Louis: The C.V. Mosby Co.; 1975. p. 45-6.
2.Andriyono. Kanker serviks. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta, 2003:14-28
3. Kufe, Donald W.; Pollock, Raphael E.; Weichselbaum, Ralph R.; Bast, Robert C., Jr.; Gansler, Ted S.; Holland, James F.; Frei III, Emil. (2003). Holland-Frei Cancer medicine - Carcinogen Metabolism (edisi ke-6). Hamilton on BC Decker Inc.,. ISBN 1-55009-213-8.
4. Archer MC. Chemical carcinogenesis. In: Tannock JF, Hill RP, editors. The basic science
of oncology. 2nd ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.;1992. p. 102-17.
5. Benchimol S. Viruses and cancer. In: Tannock JF, Hill RP, editors. The basic science of oncology. 2nd ed. New York: Mc Graw-Hill, Inc.; 1992. p. 88-101.
6. Ryser HJP. Chemical carsinogenesis. In: Kruse LC, Reese JL, Hart LK, editors. Cancer pathophysiology, etiology and management. 4th ed. St. Louis: The C.V. Mosby Co.; 1975. p. 47-55.
7. Deininger MWN. Selective induction of leukemia-associated fusion genes by high dose ionizing radiation. Cancer Research 1998;58 : 421-5.

Read more »

Sunday, April 22, 2012

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Lipid

Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform dan eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hampir semua lipid. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982).
Lipid secara umum dapat dibagi ke dalam dua kelas besar, yaitu lipid sederhana dan lipid kompleks. Yang termasuk lipid sederhana antara lain adalah: 1) trigliserida dari lemak atau minyak seperti ester asam lemak dan gliserol, contohnya adalah lemak babi, minyak jagung, minyak biji kapas, dan butter, 2) lilin yang merupakan ester asam lemak dari rantai panjang alkohol, contohnya adalah beeswax, spermaceti, dan carnauba wax, dan 3) sterol yang didapat dari hidrogenasi parsial atau menyeluruh fenantrena, contohnya adalah kolesterol dan ergosterol (Scy Tech Encyclopedia 2008).
Lipid yang paling sederhana dan paling banyak mengandung asam lemak sebagai unit penyusunnya adalah triasilgliserol, juga sering disebut lemak, lemak netral, atau trigliserida. Jenis lipid ini merupakan contoh lipid yang paling sering dijumpai baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Triasilgliserol adalah komponen utama dari lemak penyimpan atau depot lemak pada sel tumbuhan dan hewan, tetapi umumnya tidak dijumpai pada membran. Triasilgliserol adalah molekul hidrofobik nonpolar, karena molekul ini tidak mengandung muatan listrik atau gugus fungsional dengan polaritas tinggi (Lehninger 1982).
Triasilgliserol terakumulasi di dalam beberapa area, seperti jaringan adiposa, dalam tubuh manusia dan biji tanaman, dan triasilgliserol ini mewakili bentuk penyimpanan energi. Lipid yang lebih kompleks berada dekat dan berhubungan dengan protein dalam membran sel dan partikel subselular. Jaringan yang lebih aktif mengandung lipid kompleks yang lebih banyak, contohnya adalah dalam otak, ginjal, paru-paru, dan darah yang mengandung konsentrasi fosfatida dalam jumlah tinggi pada mamalia (Scy Tech Encyclopedia 2008).
Terdapat berbagai macam uji yang berkaitan dengan lipid yang meliputi analisis kualitatif maupun kuantitatif.
A.     Uji kualitatif Lipid
1. Uji Kelarutan Lipid
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terdahap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar (Scy Tech Encyclopedia 2008).

2. Uji Akrolein
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih (Scy Tech Encyclopedia 2008).

3. Uji Ketidakjenuhan Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan sebagai indikator perubahan. Asam lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan ke dalam tabung sambil dikocok dan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan timbulnya warna merah ketika iod Hubl diteteskan ke asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening. Warna merah yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak (Scy Tech Encyclopedia 2008).

4. Uji Ketengikan
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan. Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi lipid. Minyak yang akan diuji dicampurkan dengan HCl. Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan floroglusinol. Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak. Setelah itu, kertas digantungkan di dalam erlenmeyer yang berisi minyak yang diuji. Serbuk CaCO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl yang ditambahkan akan menyumbangkan ion-ion hidrogennya yang dapat memecah unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan hidrogen radikal bebas. Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir oksidasi akan dihasilkan peroksida (Syamsu, 2007).

5. Uji Salkowski untuk kolesterol
Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau (Pramarsh, 2008).

6. Uji Lieberman Buchard
Uji Lieberman Buchard merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran. Sebanyak 10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkowski). Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi polimer yang mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna hijau ini menandakan hasil yang positif. Reaksi positif uji ini ditandai dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi hijau tua (WikiAnswers, 2008).


B.     Uji Kuantitatif Lipid
Firestone dalam Schmidl dan Labuza (2000) dalam Fachri (2008) menyebutkan bahwa untuk menganalisa kandungan lemak dalam makanan dapat dilakukan dengan cara volumetris, gravimetris, dan kromatografi. Kromatografi yang dapat dipakai seperti kromatografi gas (CG), kromatografi lapisan tipis (TLC), kromatografi ekslusi (SEC), kromatografi cairan (LC) dan kromatografi yang memiliki unjuk kerja baik seperti HP-SEC dan HPLC.
Kromatografi gas digunakan untuk melarutkan dan menghitung lipida seperti triasilgliserol dan turunan-turunan FAME. TLC sangat sesuai untuk memisahkan ester kolestrol, mono, di, triacylglycerols, asam lemak bebas, kolestrol, dan fospolipid. SEC dan HP-SEC digunakan untuk memisahkan produk hidrolitik, oksidasi dan pemanasan lemak. Sedangkan HPLC digunakan untuk memisahkan lipida non-volatil yang memiliki berat molekul tinggi.
Untuk menentukan kadar lemak total dalam makanan, the Nutrition and Labeling Education membutuhkan tahapan sebagai berikut, yaitu (1) hidrolisis dengan asam atau basa; (2) ekstraksi dengan eter ; dan (3) konversi asam lemak ke metil ester asam lemak (FAME) kemudian menghitung kadar FAME dengan kromatografi gas. Artiss dkk (1988) menentukan kandungan lipida dengan menggunakan TLC dan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim hidrolase, oxidase dan peroxidase dalam precursor chromogen. Metode ini sesuai untuk menentukan fospolipida hewan, jaringan tissue manusia dan fluida (Fachri 2008).

Referensi

Fachri AB. 2008. Lemak dan minyak. http://boyarieffacgri.blogspot.com/the_nature_has_talked/Lemak_dan _minyak.htm. [Diakses 20 Mei 2010].
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Pramarsh. 2008. Test for cholesterol. [terhubung berkala]. http://www.planetayurveda.com/cholesterol_remedies. html. [Diakses 20 Mei 2010]..
Scy Tech Encyclopedia. 2008. Acrolein test. http://www.answers.com/topic/acrolein_test. html. [Diakses 20 Mei 2010].
Scy Tech Encyclopedia. 2008. Lipid. [terhubung berkala]. http://www.answers.com/library/Sci%252DTech%20Encyclopedia-cid-47286. html. [Diakses 20 Mei 2010].
Syamsu JA. 2007. Penyimpanan pakan ternak: tinjauan proses kimiawi dari mikrobiologihttp://jasmal.blogspot.com/2007_12_01_archive. html. [Diakses 20 Mei 2010].
WikiAnswers. 2008. What are the reaction involved in Lieberman Buchard test. http://wiki.answers.com/Q/What_are_the_reaction involved_in_Lieberman_Buchard_test. html. [Diakses 20 Mei 2010].

Read more »

Saturday, March 24, 2012

EKSTRAK ( Sari – Sari )

1. Pengertian

Ekstrak adalah sediaan kering , kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok . Diluar pengaruh cahaya matahari langsung ..( Farmakope Indonesia edisi ketiga 1979)
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi sat aktif dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai , kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan . ( Farmakope Indonesia Edisi ke 1V 1995 Dep Kes RI ).
Ekstak cair adalah sedian cair simplisia nabati , yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet . Jika tidak dinyatakanlain pada masing – masing monografi , tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gr simplisia yang memenuhi syarat .Karena sifat konsenterasinya , banyak ekstrak encer dipandang terlalu poten ( keras ) untuk digunakan dalam keadaan tunggal oleh pasien secara aman . Juga banyak ekstrak cair rasanya terlalu pahit atau tidak enak bagi pasien . Sehingga kebanyakan ekstrak cair saat ini dimodifikasi dengan menambahkan bahan atau zat penambah rasa enak atau pemanis dan ada juga yang digunakan dalam farasi sebagai komponen sumber obat untuk bentuk sediaan cair lainnya seperti sirup .

2. Cara Pembuatan

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi . Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas .
Ekstraksi , dibuat dengan memperkolasi atau memaserasi bahan bakal itu dengan suatu zat pelarut yang tepat atau dapat pula dengan menuangi bahan bakal itu dengan air didih dalam beberapa hal , dipakai suatu campuran dari dua buah cara – cara itu . Disini dapat dicatat :
1. Bahwa dengan maserasi , sebegitu jauh diartikan agar berlainan dari pada pembuatan tinktur , bahwa setelah menyerkai dan mengempa , sisa kempaan dimaserasi sekali lagi , supaya bahan bakal itu tak tersari sempurna .
2. Bahwa pada perkolasi pun , bahan bakal itu diperkolasi sampai tersari sempurna : tetapi in diminta dengna tegas dan pada tinktur yang dibuat dengan perkolasi , tidak diminta , meskipun dalam hal ini bahan bakal mudah disari sempurna ;
3. Bahwa pada menuangi bahan bakal dengan air didih , penyerkaian dan pengepaan , pengolahan dengan maksud yang sama harus dilakukan berulang – ualng :
4. Bahwa sari – sari dengan air harus segera dihangatkan sampai 90 , untuk memecah protein yang turut melarut . Kemudian serkaian harus dipekatkan pada setinggi – tingginya 80 – 90 , sampai bobot bahan bakal yang dipakai setelah didiamkan 24 jam dan diseraki , maka harus diuapkan sampai konsistensi yang tepat .

Cara pembuatan manapun yang dipakai, pemekatan cairan – cairan harus dilakukan dalam fakum untuk menghindarkan penguraian zat sedapat – dapatnya .
“ Zat – pelarut yang cocok “ yang disebutkan diatas , pertama – tama ialah cairan – cairan etanol dan air : tetapi pada pembuatan extractum Filicis , Rhizoma Filicis diperkolasi dengan eter.
Pembagian extracta yang terbaik, ialah menurut konsistensinya :
A. Sari – sari kental ( extracta spissa ) . Dengan mengecualikan Extractum Filicis dan Extractum Cannabis indieae , dimana Farmakope tak menyebutkan kadar airnya , dengan suatu sari kental diartikan , suatu sari denagn kadar air diantara 20 – 25 % : hanya pada Extractum Liquiritiae diizinkan kadar air yang besarnya sampai 35 % . Pada sari – sari kental , yang terpisah ialah :
1. Extractum Filicis yang telah disebutkan , yang dibuat dengan perkolasi dengan eter , setelah itu eter dihilangkan sama sekali dengan penyulingan : mungkin sari ini tak mengandung jumlah yang berarti .
Farmakope mengatakan dengan tegas , bahwa sebelum dipakai Extractum Filicis harus diaduk dahulu .
2. Extarctum Cannabis indicae , yang dibuat dengan etanol 90 % dan mungkn tidak mengandung jumlah air yang berarti . Jika sari ini pada waktu pengolahan harus dilarutkan , maka untuk itu kita harus memakai etanol 90 % .
Sari – sari kental lainnya , dapt difgolongkan dengan jelas dalam dua golongan :
a. Sari – sari kental , yang dibuat dengan etanol 70 % dan dimurnikan dengna air :
Extractum Belladonae ;
Extractum Hyoscyami ;
Ectractum Visci albi ;
Setelah dari kumpulan cairan – cairan sari itu etanolnya tersuling, kita encerkan dengan air , dimana diendapkan zat hijau daun dan malam – malam dan lain – lain , dimana diendapkan zat hijau daun dan ma;am – malam dan lain – lain ; setelah disaring kita pekatkan sampai konsistensi yang tepat .
Dengan memurnikannya dengan air , kita memperoleh sari yang larut dalam air .
Dengan mermurnikannya dengan air , kita memperoleh sari yang larut jernih dalam air .
b. sari – sari kental , yang dibuat dengan air :
Extractum Belladonnae aquosum . { Codex } , yang dibuat dari herba
Belladonnae recens;
Extractum Cardui benedicti;
Extractum Gentianae;
Extractum Liquiritiae;
Extractum Taraxaci;
Extractum Trifolii fibrini;
Yang adak berlainan , ialah pembuatan :
Extractum Secalis cornuti , yang karena mudah busuknya bahan bakal , dibuat dengan air – chloroform ; setelah cairan – sari diuapkan samapai ½ kali bobot bahan bakal , maka sari yang pekat itu dimirnikan dengan etanol 90 %.
Extractum Valerianae , diman sebetulnya berlaku suatu pembuatan campuran . Mula – mula radix valerianaedimaserasi dengan etanol 70 % dan sisa yang diperoleh, disari dua kali dengan air didih . Cairan – cairan etanol dan iar itu diuapkan terpisah sampai sekental sirop , kemudian dicampurkan dan diuapkan sampai suatu sari kental .
B. Sari – sari kering ( Extracta sicca ) ;Berhubung dengan pengolahannya dalam ilmu resep , sebaiknya kita bagi dalam :
1. Sari – asri kering , yang dibuat dengan suatu cairan etanol dan karena itu tidak larut seluruhnya dalam air .
Extractum Calumba ;
Extarctum Chinae ;
Extractum Colocyathidis; ( biji –bijinya buang dahulu )
Extractum Granati;
Extractum Rhei;
Extractum Strychni ( biji – biji itu bebaskan dulu dari lemak – lemak dengan eter – minyak tanah )
C. Sari – sari cair ( Extracta liiquida atau fluida ) : Kita selalu membuat sari cair sebanyak itu , seperti kitamemakai bahan bakalnya ; karena itulah kita dapat mengatakan , bahwa suatu sari cairan adalah bahan bakal yang telah dibuat menjadi cairan . Jadi takaran – takaran maksimum dari bahan bakal dan sari cair , adalah sama .

Untuk pembuatan sari – sari cair ada dua cara :
a. Dengan perkolasi dengan suatu cairan etanol , kita membuat dahulu hasil perkolasi yang banhyaknya 80 % dari bobot bahan bakal yang dipakai ; bagian ini kita pisahkan . Kemudian kita memperkolasi bahan bakal sampai tersari sempurna dan pekatkan dan pekatkan hingga 20 % dari bobot bahan bakal yang dipakai .
Setelah kedua bagian itu dicampurkan , mak harus dibiarkan selama satu bulan , sebelum kita menyaringnya .
b. Suatu cara yang lebih baik , untuk membuat sari – sari cair ialah cara perkolasi berulang dimana dihindarkan penghangatan apapun juga , sehingga cara ini terutama tepat , untuk pembuatan sari – sari yang atsiri . Tetapi , ini hendaknya selalu diutamakan , karena penghangatan bahan – bahan bakal dan sediaan – sediaan yang terbuat dari padanya , sebaiknya dihindarkan . Pada cara – perkolasi – berulang , bahan bakal dibagikan dalam beberapa porsi – porsi dan dan porsi pertama diperkolasi dengan cairan yang dibutuhkan , sampai tersari sempurna . Hasil perkolasi ditampung dalam beberapa porsi – porsi yang makin lama makn kecil konsenterasinya , dimana bagian yang pertama kita pisahkan sebagai bagian dari sari cair itu. Porsi – porsi berikutnya , dipakai berturut – turut menurut konsenterasi yang menurun , untuk pembuatan pendahuluan bagian kedua dari bahn bakal untuk perkolasinya : tiap bagian bahan bakal , akhirnya harus disari sempurna dengan cairan penyari yang baru . Pada setiap porsi bahan bakal , maka bagian pertama dari hasil perkolasi dipakai sebagai sari cairnya , sedangkan pada porsi terakhir , dipakai hasil perkolasi sebanyak itu , seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh jumlah sari cair yang tepat .
Didalam Farmakope , tercantum sari sari cair berkut :
Extractum Cola liquidum;
Extractum Condurango liquidum ;
Extractum RhamniPurshianae liquidum ;
Extractum Viburni prunifolii liquidum ;
Pada extractum hydrastis liquidium dan Extractum Secalis cornuti liquidum bahan bakalnya dicampur dengan asam tartat 0,25 % supaya pada waktu perkolasi asam alkaloida – alkaloidanya lebih mudah melarut .
Pada extractum Chinae liquidum , bahan bakalnya disari dengan campuran dari air , asam klorida encer dan gliserol ; kumpulan hasil – hasil perkolasi diuapkan sampai 90 % dari bobot bahan bakal yang dipakai , setelah itu akhirnay ditambahkan etanol 90 % sebanayk 10 % dari bobot bahn bkalnya .
Extractum hepatis liquidum , dibuat dengan cara yang sama sekali berlainan ; hati yang segar dengan air dan asam klorida encer sedikit , kemudian cairan ini setelah dihangatkan pada 80  , diserkai dan dipekatkan , dimurnikan dengan suatu jumlah yang besar etanol 96 5. Kemudian diuapkan sampai volume yang kecil dan diendapkan dengan suatu jumlah yang besar Etanol 96 % ; endapannya dilarutkan dalam air dan larutan ini diaromatiser dan diawetkan dengan spiritus cinnamomi . Dengan cara ini kita membuat dari 10 kg hati yang segar , 1500ml Extractum Hepatis liquidum.
Jika dapat , maka sari – sari yang dibuat dari bahan- bahan bakal berkhasiat keras , dibakukan pada kadar yang tertentu ; Extractum Opii , Extractum Belladonnae , Extractum Hyoscyami, Extractum Hydrstis liquidum , Extractum Strychni. Padza beberapa sari berkhasiat keras , belum mempunyai kadar penetapan yang cocok , sehingga sampai sekarang sari – sari ini tak mungkin dibakukan : Extractus Cannabis indicae, Extractum Colocyntidis, Extractum Filicis , Extractum Secalis cornuti.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel , C Howard . 1989. Bentuk Sediaan Farmasi. UI- Press : Jakarta
Duin , C F Van . 1954.Ilmu resep dalam praktek dan teori. Soeroengan ; Jakarta
Farmakope Indonesia edisi ketiga tahun 1979 .Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Farmakope Indonesia edisi keempat tahun 1995 . Departemen Kesehatan Republik Indonesia .


Read more »

SIKLUS SEL

Sel adalah unsur terkecil yang menyusun suatu organisme. Dalam perjalanan hidupnya, sel tidaklah statis, namun ia senantiasa melakukan kegiatan memperbayak diri Dalam konteks perkembangbiakan pembelahan sel bertujuan agar reproduksi dan embriyogenesis dapat berkelanjutan. Sel induk gamet (gametogonium) harus terlebih dahulu berploriferasi, setelah itu gametosit mengalami pembelahan reduksi. Bila pembuahan terjadi, maka embriogenesis terjadi, yang pada prinsipnya berlangsung dengan cara perbanyakan sati sel zygote menjadi ribuan sampai milyaran sel.
Peristiwa tersebut selalu terulang dalam perjalanan hidupnya dan membentuk sebuah siklus yang dinamakan Siklus Sel. Pertumbuhan dan perkembangan setiap organisme hidup sangatlah bergantung pada pertumbuhan dan perbanyakan sel itu sendiri. Hal yang demikian dikenal dengan istilah pembelahan.
1. Interfase, terdiri dari fase G1, fase S, dan fase G2
  • Pada fase G1 (Gap 1), sel secara metabolit sangat aktif. Semua komponen sel disintesis dan sel tumbuh dengan cepat. Sel yang tidak membelah pada umumnya tetap berada pada fase G1 disepanjang rentang kehidupannya.
  • Pada fase S (sintesis), sintesis protein berlanjut dan DNA serta protein kromosom (histon) direplikasi. Setiap kromosom kemudian berisi dua double helix DNA identik yang disebut kromatid, menyatu pada sentromer.
  • Fase G2 (Gap 2), merupakan periode penting dalam metabolisme dan pertumbuhan sel sebelum mitosis. Prosesnya:
  1. Kromosom belum menebal dan masih dalam bentuk benang panjang
  2. Sentriol membelah dan spindel mitosis dihasilkan dari serat mikrotubulu sel, mulai terbentuk untuk persiapan pembelahan nuklear selanjutnya.
2. Mitosis, terdiri dari penebalan dan pembelahan kromosom serta sitokinesis, pembelahan aktual sitoplasma untuk membentuk 2 sel anak. Meskipun pembelahan merupakan proses yang berkelanjutan, pembelahan dibagi menjadi 4 subfase:
a. Profase
  1. Kromosom menebal menjadi pilinan yang kuat dan besar, serta menjadi terlihat. Setiap kromosom berisi dua kromatid yang disatukan oleh sentromer. Kromatid akan menjadi kromosom dalam generasi sel berikutnya.
  2. Pasangan sentriol berpisah dan mulai bergrak ke sisi nukleus yang berlawanan, digerakkan dengan perpanjangan mikrotubulus yang terbentuk diantara sentriol. Setelah sampai di sisi nukleus, sentriol membentuk benang spindel mitosos polar.
  3. Nukleolus melebur dan membran nuklear menghilang sehinnga memungkinkan spindel memasuki nukleus. Mikrotublus pendek yang muncul dari kinetokor, struktur pada sentromer, sekarang dapat berinteraksi dengan benang spindel polar, menyebabkan kromosom bergerak dengan cepat.
  4. Mikrotubulus lain menyebar keluar sentriol untuk membentuk aster.

b. Metafase
  1. Kromosom atau pasangan kromatid berbaris pada bidang metafase atau bidang ekuator sel, disebut demikian karena posisinya bersilangan dari satu sisi sel ke sisi lainnya pada spindel.
  2. Sentromer pada semua kromosom saling berikatan.
  3. Kinetokor memisah dan kromatidbergrak menjauh.
c. Anafase
  1. Akibat perubahan panjang mirotubulus ditempat perlekatannya, pasangan kromatid (sekarang dianggap sebagai satu kromosom) bergerak dari bidang ekuator ke setiap kutub.
  2. Akhir anafase ditandai dengan adanya dua set kromosom lengkap yang berkumpul pada kedua kutub sel. Organel sitoplasma yang sebelumnya telah bereplikasi, juga tersebar merata di kedua kutub.
d. Telofase
  1. Dua nuklei kembali terbentuk di sekitar kromosom. Kromosom kemudian terurai dan melebur. Membran nuklear dan nukleolus terbentuk kembali.
  2. Sitokinesis adalah pembelahan sitoplasma. Alur pembelahan yang berada tepat dipertengahan antara kedua masa kromosom, mulai membelah sitoplasma berlanjut di sekitar sel dan membelah sel tersebut menjadi dua sel terpisah.

3. Meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi dalam pembentukan sel-sel kelamin (sel telur dan sel sperma). Pembelahan tersebut mengurangi jumlah kromosom menjadi jumlah haploid (n). Saat pembuahan, gabungan dari sel telur dan sel sperma menghasilkan jumlah kromosom diploid (2n).
Meiosis terdiri dari dua pembelahan nuklear dan selular, disebut meiosis I dam meiosis II, yang menghasilkan empat sel. Selama interfase sebelum pembelahan meiosis pertama, setiap kromosom bereplikasi untuk membentuk kromatid di ikat sentromer , sama seperti mitosis.
1. Meiosis I, memisahkan setiap pasangan kromosom homolog dan membagi anggota pasangan tersebut pada sel-sel anak.
a. Profase I
  1. Sinapsis terjadi saat kromosom belum menebal, yaitu kedua kromatid dari setiap kromosom masih mencari kedua kromatid pasangan homolognya dan kemudian mengambil tempat yang bersisian di sepanjang kromosom.
  2. Kromosom induk atau kedua kromatid pada setiap kromosom yang diwariskan dari ibu, bergabung dengan kromosom ayah, atau kromatid pasangan kromosom homolog yang diwariskan dari ayah. Semua gen korespondennya juga bergabung. Gabungan empat krmatid disebut tetrad.
  3. Selama sinapsis, keempat benang kromosom homolog saling melilit atau saling bersilangan. Pemecahan dan penyatuan kembali DNA terjadi dalam benang kromosom dan materi genetik dipertukarkan antara kromosom ayah dan ibu.
  • Pertukaran silang dan pertukaran balasan fragmen DNA terjadi secara acak. Ada sekitar 10 fragmen dalam setiap tetrad manusia.
  • Hasilnya adalah perubahan susunan atau pengaturan ulang genetik yang memberikan variasi dan keunikan genetik pada setiap individu.
b. Metafase I
  1. Pasangan kromosom homolog, masing – masing ada dua pasang kromatid yang disatukan sentromer, berbaris pada bidang ekuator.
  2. Kedua kromatid dalam satu kromosom pada setiap pasangan homolog menghadap kekutub sel yang sama, sehingga kromosom homolognya menghadap kutub yang berlawanan.
  3. Benang – benang sepindel dari salahsatu kutub melekat pada sentromer setiap kromosom.
  4. Sentromer tidak membelah seperti yang terjadi pada metafase I pembelahan mitosis.
c. Anafase I
  1. Setiap kromosom ( terdiri dari dua kromatid) ditarik ke salah satu kutub.
  2. Dengan demikian, satu kelompok kromosom haploid (23) telah tersusun disetiap kutub.
d. Telofase I
  1. Seperti dalam pembelahan mitosis, telofase membalik pristiwa yang terjadi dalam profase. Kromosom melebur, membran nuklear kembali terbentuk, nukleolus kembali muncul dan sepindel terurai.
  2. Sitokinesis terjadi dan kedua sel terpisah.
e. Interfase Meosis berlangsung singkat. Tidak terjadi replikasi DNA.

2. Meiosis II serupa dengan mitosis.
a. Peristiwa dalam dalam profase II sama dengan pristiwa pada profase mitosis.
  1. Sentriol memisah dan bergerak kekutub yang berlawanan.
  2. Mikrotubulus dari setiap sentromer melekat pada benang dari sentrior dikutub yang berlawanan.
b. Metafase II
  1. Kromatid berbaris pada bidang ekuator sel.
  2. Kromatid tersusun berpasangan, bukan dalam bentuk tetrad seperti metafase I disebut dyad.
c. Anafase II
  1. Sentromer membelah dan kromatid yang terpisah menjadi kromosom.
  2. Kromatid yang terpisah pada anafase II bukanlah kromatid berpasangan. Berlawanan dengan kromatid pada pembelahan mitosis, kromatid tersebut tidak identik akaibat parsilangan atau kombinasi ulang.
d. Telofase II
  1. Memberan nuklear terbentukkembali, kromosom melebur dan terjadi sitokinesis.
  2. Setiap sel baru berisi satu dari setiap jenis kromosom. Jumlah kromosom adalah haploid.
  3. Hasil dan pentingnya pembelahan meiosis
a. Empat sel, masing – masing mengandung satu kromatid dari tetrad asli pada profase I, dihasilkan dari satu sel induk.
i. Pada laki – laki, keempat sel tersebut adalah spermatozoa.
ii. Pada perempuan, satu sel adalah ovum, sedang ketiga sel lainnya adalah badan polar non-fungsional.
b. Setiap sel mengandung setengah jumlah kromosom, seperempat jumlah DNA normal yang diproduksi pada tahap interfase G2, dan penyimpangan genetik yang unik.

Read more »

Ginjal, Fungsi Ginjal, dan Katabolisme Polipeptida

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak retroperitoneal, di kedua sisi kolumna vertebralis daerah lumbal. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi kosta 11. Setiap ginjal terdiri dari 600.000 nefron. Nefron terdiri atas glomerulus dengan sebuah kapiler yang berfungsi sebagai filter. Penyaringan terjadi di dalam sel-sel epitelial yang menghubungkan setiap glomerulus.

Gambar 1. Letak ginjal


Ginjal merupakan organ terpenting dari tubuh manusia maka dari itu ginjal mempunyai beberapa fungsi seperti : mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, serta mengekskresikan kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing. Akhirnya selain regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin yang penting untuk mengatur tekanan darah, juga bentuk aktif vitamin D yaitu penting untuk mengatur kalsium, serta eritropoeitin yang penting untuk sintesis darah.

Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 25 sampai 30 cm, yang berjalan dari ginjal sampai kandung kemih. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan kemih ke kandung kemih. Kandung kemih adalah salah satu kantong berotot yang dapat mengempis dan berdilatasi, terletak di belakang simpisis pubis. Kandung kemih memiliki 3 muara antara lain dua muara ureter dan satu muara uretra. Dua fungsi kandung kemih adalah sebagai tempat penyimpanan kemih dan mendorong kemih keluar dari tubuh melalui uretra. Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, yang berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita sekitar 4 cm dan pada pria sekitar 20 cm.




Pengaruh Hormon Steroid Adrenokorteks
Mineralokortikoid yang berasal dari kelenjar adrenal seperti aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi Na+ tubulus yang berkaitan dengan sekresi K+ dan H+ dan juga reabsorpsi Na+ bersama-sama dengan Cl-. Bila hormon-hormon ini disuntikkan ke hewan yang telah mengalami adrenalektomi, akan didapat masa laten 10-30 menit sebelum pengaruhnya pada reabsorpsi Na+ menjadi nyata, karena diperlukan beberapa saat untuk mengubah sintesis protein melalui hormon tersebut terhadap DNA. Mineralkortikoid juga mungkin mempunyai pengaruh cepat yang diperantarai membrane. Tetapi pengaruh ini tidak jelas dalam arti ekskresi Na+ pada binatang percobaan yang utuh. Mineral okortikoid ini terutama bekerja pada duktus koligentes didaerah korteks.
Pada sindrom Liddle, terjadi mutasi gen yang mengode sub unit ß, dan kadang-kadang sub unit γ ENaC, yang menyebabkannnya menjadi lebih aktif di ginjal. Keadaan ini menimbulkan retensi Na+ dan hipertensi.
Ketika memasuki suatu sel epitel tubulus, aldosteron bergabung dengan suatu protein reseptor; dalam beberapa menit gabungan ini berdifusi kedalam nucleus, tempat ia menggiatkan molekul DNA untuk membentuk satu jenis atau lebih messenger RNA. Dianggap bahwa RNA tersebut kemudian menyebabkan pembentukan protein pengangkut atau enzim protein yang perlu untuk proses transport natrium dan kalium.

Efek Hormon Antidiuretik pada Kecepatan Ekskresi Volume Cairan
Bila hormon antidiuretik berlebihan disekresikan oleh sistem hipotalamikus-hipofisis posterior, sekresi ini menyebabkan suatu efek akut untuk menurunkan pengeluaran volume urine. Alasannya bahwa hormon antidiuretik menyebabkan peningkatan reabsorpsi dari duktus koligens dan mungkin pula sedikit peningkatan reabsorpsi dalam bagian akhir tubulus distalis. Oleh karena itu, makin sedikit vlume urine yang dieksresikan; sebaliknya urine yang diekskresikan tersebut sangat pekat. Tetapi, bila hormone antidiuretik berlebihan disekresikan untuk jangka waktu lama, efek akut penurunan produksi urine tidak berlangsung terus.
Mekanisme peningkatan reabsorsi air oleh hormone antidiuretik. Mekanisme tepat hormone antidiuretik meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus koligens tidak diketahui. Meskipun demikian, beberapa fakta yang telah ditetapkan mengenai mekanisme tersebut adalah sebagai berikut: Perangsangan sel epitel oleh tubulus koligens oleh hormone antidiuretik menggiatkan enzim adenil siklase di dalam membrane sel epitel pada sisi peritubular sel ini, dan ini menyebabkan pembentukan adenosin monofosfat siklik (AMP siklik) di dalam sitoplasma sel. Peningkatan AMP siklik tersebut kemudian disertai untuk alasan yang belum diketahui dengan sangat meningkatnya permeabilitas membrane lumen sel epitel terhadap air, ini sebaliknya bertanggung jawab untuk peningkatan reabsorpsi air oleh tubulus koligens.

Pengaruh hormone antidiuretik terhadap kadar urea
Bila konsentrasi hormone antidiuretik tinggi didalam darah, maka sejumlah besar urea akan diabsorbir kedalam cairan medulla dari duktus koligens medulla dalam. Alas an untuk ini; bila ada hormone antidiuretik, maka duktus koligen dibagian dalam medulla menjadi permeable secara moderat bagi urea. Akibatnya, konsentrasi urea dalam cairan interstisial medulla meningkat sehinga hamper sama dengan konsentrasi didalam duktus koligen. Pada manusia, selama stimulasi hormone antidiuretik yang maksimum, ini bias sampai setinggi 400-500 mOsm. Per liter, yang jelas sangat meningkatkan osmolalitas cairan interstisial bagian dalam medulla. Mekanisme pemekatan solute ini bertanggung jawab bagi hiperosmolalitas.

Ringkasan Pengaturan Ekskresi Volume Cairan
Beberapa faktor-faktor menyebabkan perubahan akut luar biasa dalam produksi urine. Misalnya penurunan akut volume urine yang disebabkan oleh hormone antidiuretik atau peningkatan akut produksi urine yang disebabkan oleh peningkatan muatan osmotik tubulus. Meskipun demikian, dalam periode waktu lebih lama yang terpenting adalah peningkatan dalam pengeluaran yang disebabkan oleh peningkatan tekanan arteri, suatu efek yang kelihatannya disokong secara tak terbatas.

Syndrome Sekresi Antidiuretik yang tidak tepat
Jenis-jenis tumor tertentu, terutama tumor bronkogenik paru atau tumor daerah basal otak, sering menghasilkan hormone antidiuretik atau hrmon yang serupa. Keadaan ini disebut sindroma sekresi antidiuretik yang tidak tepat. ADH atau hormone antidiuretik berlebihan biasannya hanya menyebabkan sedikit peningkatan volume cairan ekstra sel, malahan efek utamanya menurunkan konsentrasi natrium cairan ekstra sel secara ekstrim. Mula-mula produksi urine turun dan volume darah meningkat. Mekanisme dasar untuk pengaturan volume darah semakin giat dan menimbulkan peningkatan tekanan arteri yang justru meningkatkan produksi urin. Selanjutnya urin yang diekskresikan sangat pekat karena kecenderungan ginjal untuk menahan air.


DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 1976. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
http://www.emedicine.com/polipeptida hormon.html.
http://www.google.co.id/katabolisme polipeptida hormon.html.
http://www.wikipedia.com/polipeptida hormon.html
Read more »

 
Powered by Blogger