Saturday, May 28, 2011

MDMA (methylenedioxymethamphetamine)

MDMA atau yang umumnya dikenal sebagai ekstasi memiliki struktur kimia dan pengaruh yang mirip dengan amfetamin dan halusinogen. Ekstasi biasanya berbentuk tablet berwarna dengan disain yang berbeda-beda. Ekstasi bisa juga berbentuk bubuk atau kapsul.


Seperti kebanyakan obat terlarang, tidak ada kontrol yang mengatur kekuatan dan kemurnian salah satu jenis narkoba ini. Bahkan tidak ada jaminan bahwa sebutir ekstasi sepenuhnya berisi ekstasi. Seringkali ekstasi dicampur dengan bahan-bahan berbahaya lainnya dengan tujuan memperkuat efek, misalnya atropin. Hal ini sangat berbahaya karena toksisitasnya juga meningkat.
MDMA (methylenedioxymethamphetamine) atau Ekstasi memiliki efek sebagai berikut:
Efek jangka pendek penggunaan ekstasi:
• Euphoria dan perasaan senang
• Perasaan lebih dekat dengan orang lain
• Peningkatan kepercayaan diri
• Kurang bisa menahan diri
• Pengunyahan lidah dan pipi
• Gigi menggertak
• Mulut kering
• Temperatur tubuh meningkat
• Mual dan gelisah
• Berkeringat
• Susah tidur

Efek pada penggunaan dosis tinggi dan jangka panjang:
• Kerusakan saraf (Neurotoksik)
• Permasalahan ingatan dan kognitif
• Depresi (Anonymous1, 2009)

Ekstasi dapat menyebabkan efek yang berbeda, tergantung pada seberapa banyak yang kita konsumsi, ukuran tubuh, berat, dan kesehatan secara keseluruhan. Ekstasi mengubah perasaan kita. Ekstasi dapat membuat kita merasa lebih baik, tetapi juga dapat membuat kita merasa gelisah dan gugup, memberikan energy selama beberapa jam. Dalam jumlah besar obat ini dapat menyebabkan halulsinasi. Banyak orang telah merasakan efek buruk dari ekstasi dan meninggal setelah mengkonsumsinya. Tergantung dosisnya, ekstasi mulai bekerja dalam waktu 60 menit. Efek paling kuat diberikan setelah pemberian 2 jam pertama, dan menghilang setelah 12 jam. Setelah efeknya menghilang, maka kita akan merasakan sakit kepala dan merasa seperti terbakar dan sangat lelah. Depresi merupakan halyang umum (Anonymous2, 2009).

Mekanisme aksi utama dari MDMA adalah dengan menstimulasi sistem syaraf pusat dan melepaskan noradrnalin dengan cepat dan singkat dari ujung adrenergik perifer menyebabkan efek simpatomimetik. Penemuan terbaru menyatakan bahwa mekanisme kerja dari MDMA ini berkaitan dengan ‘efek pengurasan serotonin (serotonin-depletion effect)’ yang menyebabkan sindrom serotonin(Lee, 2009).

Referensi
Anonymous1. 2009. Alcohol and Other Drug Use in Aviation. Available at www.casa.gov.au/aod. [Accessed on 25 May 2009]
Anonymous2. 2009. Ecstasy. Available at www.drugs.indiana.edu/publications/factline/ecstasy.pdf. [Accessed on 25 May 2009]
Lee, K.C. 2009.Pharmacology of MDMA, Ketamine, and Amphetamine. Available at www.hkma.org/download/lecturenote/LeeKC-Eng.pdf. [Accessed on 25 May 2009]
Read more »

Wednesday, May 25, 2011

Spektrofotometer UV - Vis

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optik dan elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya dimana detektor yang digunakan secara langsung dapat mengukur intensitas dari cahaya yang dipancarkan (It) dan secara tidak lansung cahaya yang diabsorbsi (Ia), jadi tergantung pada spektrum elektromagnetik yang diabsorb oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk.

Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu :

a. Sumber Cahaya

Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l) adalah 350 – 2200 nanometer (nm).

Gambar 1. Lampu wolfram

Di bawah kira-kira 350 nm, keluaran lampu wolfram itu tidak memadai untuk spektrofotometer dan harus digunakan sumber yang berbeda. Paling lazim adalah lampu tabung tidak bermuatan (discas) hidrogen (atau deuterium) 175 ke 375 atau 400 nm. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah ultraviolet (UV).

Gambar 2. Lampu deuterium

Kebaikan lampu wolfarm adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Sumber cahaya untuk spektrofotometer inframerah, sekitar 2 ke 15 mm menggunakan pemijar Nernst (Nernst glower).

  1. Monokromator

Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu (monokromatis) yang bebeda (terdispersi). Ada 2 macam monokromator yaitu :

1) Prisma

2) Grating (kisi difraksi)

Keuntungan menggunakan kisi difraksi :

- Dispersi sinar merata

- Dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang sama

- Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spectrum

Cahaya monokromatis ini dapat dipilih panjang gelombang tertentu yang sesuai untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang disebut slit. Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah (slit width) yang dipakai.

c. Cuvet

Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :

1) Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.

2) Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.

3) Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.

4) Tidak boleh rapuh.

5) Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.

Cuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible).

d. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.

Syarat-syarat ideal sebuah detektor :

1) Kepekan yang tinggi

2) Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi

3) Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.

4) Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.

5) Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.

Sebagai detektor untuk Spektrofotometer UV - Vis biasanya digunakan :

1) Photo tube

2) Barrier Layer Cell

3) Photo Multiplier Tube

Arus listrik yang dihasilkan oleh detektor kemudian diperkuat dengan amplifier dan akhirnya diukur oleh indikator biasanya berupa recorder analog atau komputer.

1. Jenis Spektrofotometer

Berdasarkan sistem optiknya terdapat 2 jenis spektrofotometer.

a. Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)

Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan melalui cuvet. Blanko, larutan standar dan contoh diperiksa secara bergantian.

b. Spektrofotometer double beam (berkas ganda)

Pada alat ini sinar dari sumber cahaya dibagi menjadi 2 berkas oleh cermin yang berputar (chopper).

- Berkas pertama melalui cuvet berisi blanko

- Berkas kedua melalui cuvet berisi satndar atau contoh

Blanko dan contoh diperiksa secara bersamaan seperti terlihat pada gambar. Blanko berguna untuk menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase atau Io dari sumber cahaya. Dengan adanya blanko dalam alat kita tidak lagi mengontrol titik nolnya pada waktu-waktu tertentu, hal ini berbeda jika pada single beam.

Read more »

High Performance Liquid Chromatography

A. Prinsip dasar HPLC
Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut : dengan bantuan pompa fasa gerak cair dialirkan melalui kolom ke detector. Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solute-solut terhadap fasa diam.
Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solute-solut tersebut akan keluar kolom dideteksi oleh detector kemudian direkam dalam bentuk kromatogram kromatografi gas. Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Computer dapat digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran HPLC.


B. Instrumentasi Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi
Instrumentasi Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi, yaitu:
1. Fasa Gerak
Fasa gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair dan disebut juga eluen atau pelariut. Berbeda dengan kromatografi gas, HPLC mempunyai lebih banyak pilihan fasa gerak, dibandingkan dengan fasa gerak untuk kromatografi gas. Dalam kromatografi gas, fasa gerak hanya sebagai pembawa solute melewati kolom menuju detector. Sebaliknya dalam HPLC, fasa gerak selain berfungsi membawa komponen-komponen campuran menuju detector, fasa gerak dapat berinteraksi dengan solute-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan.
Persyaratan fasa gerak HPLC
Zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak HPLC harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:
1. zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan di analisis.
2. zat cair harus murni sekali untuk menghindarkan masuknya kotoran yang dapat menganggu interpretasi kromatogram.
3. zat cair harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom.
4. zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.
5. zat cair tidak kental.
6. sesuai dengan detektor.
Jenis fasa gerak
Fasa gerak untuk kromatografi partisi, adsorpsi, dan penukar ion bersifat interaktif dalam arti fasa gerak berinteraksi dengan komponen-komponen cuplikan. Akibatnya, waktu retensi sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut. Sebaliknya fasa gerak untuk kromatografi eksklusi bersifat non interaktif. Oleh karena itu, waktu retensi dengan kromatografi ini tidak bergantung pada komposisi fasa gerak.
2. Pompa
Pompa dalam HPLC dapat dianalogikan dengan jantung pada manusia yang berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang berisi serbuk halus. Pompa yang dapat digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan :
1. Menghasilkan tekanan sampai 600 psi (pons/in2)
2. Keluaran bebas pulsa
3. Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit
4. Bahan tahan korosi
Dikenal tiga jenis pompa yang masing-masing memiliki kenutungan dan kekurangannya yaitu pompa reciprocating, displacement dan pneumatic.
Pompa reciprocating
Jenis pompa ini sekarang banyak dipakai. Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara gerakan piston mundur-maju yang dijalankan oleh motor. Piston berupa batang gelas dan berkontak langsung dengan pelarut.
Pompa displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) terdiri dari tabung yang dilengkapi pendorong yang digerakan oleh motor. Pompa ini juga menghasilkan aliran yang cenderung tidak bergantung tekanan baik kolom dan viskositas pelarut. Selain itu, keluaran pompa ini bebas pulsa. Akan tetapi pompa ini keterbatasan kapasitas pelarut (~250 mL) dan tidak mudah untuk melakukan pergantian pelarut.
Pompa pneumatic
Dalam pompa ini pelarut di dorong oleh gas bertekanan tinggi. Pompa jenis ini murah dan bebas pulsa. Akan tetapi mempunyai keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000 psi) serta kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan tekanan balik kolom.
3. Unit Sistem Penyuntikan atau Penginjeksian Sampel
Kadang kala, faktor ketidaktepatan pengukuran HPLC terletak pada keterulangan pemasukan cuplikan ke dalam peking kolom. Masalahnya, kebanyakan memasukan cuplikan ke dalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karena itu, cuplikan yang dimasukkan harus sekecil mungkin, beberapa puluh mikroliter. Selain itu, perlu diusahakan tekanan tidak menurun ketika memasukkan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak. Berikut beberapa teknik pemasukan cuplikan ke dalam sistem HPLC :
1. Injeksi Syringe
Alat yang paling dulu dan paling mudah untuk memasukkan cuplikan adalah syringe. Syringe disuntikkan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang syringe yang tahan tekanan sampai 1500 psi. akan tetapi keterulangan injeksi syringe ini sedikit lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.
2. Injeksi ‘stop-flow’
Injeksi stop-floe adalah jenis injeksi syringe kedua tapi di sini aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan cuplikan disuntikan langsung ke dalam ujung kolom. Setelah menyambungkan kembali kolom maka pelarut dialirkan kembali.
3. Kran Cuplikan
Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan. Untuk memasukkan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu dua langkah: (a) sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dalam posisi ‘load’, cuplikan masih berada dalam loop, (b) kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan ke dalam kolom. Loop dapat diganti-ganti dan tersedia berbagai ukuran volume dari 5 hingga 500μL. Dengan sistem pemasukan cuplikan ini memungkinkan memasukkan cuplikan pada tekanan 7000 psi dengan ketelitian tinggi. Juga loop mikro tersedia dengan volume 0,5 hingga 5 μL.
4. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stainless steel walaupun ada juga yang terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fas diam, tempat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya.
5. Detector
Berbagai detector untuk HPLC telah tersedia, walaupun demikian detector harus memenuhi persyaratan berikut: (1) cukup sensitive; (2)stabilitas dan keterulangan tinggi;(3) respon linear terhadap solute; (4) waktu respon pendek sehinggatidak bergantung kecepatan alir ;(5)realibilitas tinggi dan mudah digunakan; (6) tidak merusak cuplikan. Detector HPLC dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu: detector umum memberi respon terhadap fasa gerak yang dimodulasi dengan adanaya solute. Sebaliknya, detector sepesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solute yang tidak dimiliki oleh fasa gerak. Terakhir, detector yang bersifat umum terhadap solute setelah fasa gerak dihilangkan dengan penguapan. Detector berdasarkan absorpsi UV merupakan detector HPLC yang paling banyak di pake. Detector elektrokimia paling banyak dipakai terutama dalam HPLC penukar ion.


C. Cara Kerja HPLC
Mula-mula solven diambil melalui pompa. Solven ini dikemudian masuk ke dalam katup injeksi berbutar, yang dipasang tepat pada sampel loop. Dengan pertolongan mikrosiring, sampel dimasukan ke dalam sampel loop yang kemudian bersama-sama dengan solven masuk ke dalam kolom. Hasil pemisahan dideteksi oleh detector, yang penampakannya ditunjukan oleh perekam (pencatat = recorder). Tekanan solven di atur dengan pengatur dan pengukur tekanan. Pompa pemasuk solven pada tekanan konstan hingga tekanan kurang lebih 4500 psi dengan laju alir rendah, yakni beberapa milliliter per menit.
Rekorder menghasilkan kromatogram zat-zat yang dipisahkan dari suatu sampel.
Tahap pemekatan dengan ekstraksi solven dan penguapan untuk memperkecil volum sering kali diperlukan sebelum pengerjaan sampel dengan HPLC. Hal ini terutama sering dilakukan untuk analisis senyawa-senyawa hidrokarbon aromatic polisiklik (PAH) atau residu pestisida dalam makanan.
Sebagai alternative lain, sampel air dapat di absorpsi oleh suatu adsorben padat (C8 atau C18 yang terikat pada silica gel), diikuti dengan desorpsi dalam suatu solven yang kemudian langsung dimasukan kedalam kolom. Suatu solven dengan polaritas rendah, misalnya CH3 berair yang secara bertingkat mengalami perubahan menjadi CH3OH murni, menjamin pemisahan yang baik pada C-18 yang terikat pada silica gel.


D. Gambar Rangkaian Alat

Read more »

Sunday, May 22, 2011

Siklus Hidup Herves simplex Virus

Siklus pertumbuhan HSV berlangsung dengan cepat, memakan waktu 8-16 jam sampai selesai. Gen alfa(dini-segera) segera timbul setelah infeksi. Gen-gen ini ditraskripsikan pada keadaan tidak adanya sintesis protein virus dan merupakan permulaan replikasi. Gen beta (dini) timbul kemudian; membutuhkan hasil gen alfa fungsional untuk ekspresinya, yaitu kebanyakan berupa enzim dan protein replikasi. Ekspresi gen beta bertepatan dengan penurunan transkripsi gen alfa dan penghentia sintesis protein sel inang yang ireversibel, dan dikatakan sebagai kematian sel. Hasil-hasil gen gama(lambat) yang kemudian dihasilkan dan mencakup sebagian besar protein struktural virus.

HSV dapat mengalami siklus litik maupun lisogenik. Siklus lisogenik ini merupakan fase dimana virus hanya tinggal di dalam tubuh, tapi tidak menampakkan ekspresinya.

1. Siklus Litik

· Protein spesifik di selubung virus menempel pada reseptor membran sel

· Virus melepaskan asam nukleat ke dalam sitoplasma

· DNA virus masuk ke dalam inti

· Di dalam inti, DNA virus mengalami replikasi dan mengadakan translasi

· Kapsid dan selubung protein terbentuk kembali

· Virus yang telah dewasa kemudian keluar melalui dan menyebabkan lisis sel

2. Siklus Lisogenik

· HSV masuk ke dalam sel epitel dan menyusup masuk ke sel saraf

· HSV tinggal dalam spinal ganglion dan tidak menampakkan ekspresinya

· Ikut bereplikasi dengan sel inang

· Kembali menyerang saat imunitas penderita menurun, seperti saat haid atau setelah operasi

Begitulah standar siklus kehidupan beberapa virus, termasuk virus herpes simpleks. Namun, untuk lebih jelasnya, siklus virus ini diberikan rincian kecil oleh virus B dari virus herpes simpleks. Virus B adalah virus DNA besar, double-stranded dengan berbagai bingkai baca terbuka, beberapa di antaranya saham sekitar 79% asam amino identitas urutan dengan HSV-1 dan HSV-2. Genom virus adalah G + C kaya (75% G + C), tertinggi dari setiap herpesvirus diketahui Genom virus B hanya sebagian diurutkan, namun sejauh ini, adalah colinear dengan HSV. Studi mikrograf elektron virus B menunjukkan struktur herpesvirus khas, termasuk elektron inti padat dengan DNA virus di dalam icosapentahedral sebuah kapsid dikelilingi oleh lapisan protein tegument amorf dan amplop lipid dipenuhi dengan glikoprotein virus. Glikoprotein pada selubung virus menengahi lampiran dan masuk ke dalam sel inang. Untuk HSV, 11 glikoprotein dikenal (GB-gM), dan lainnya diperkirakan (GN). Dari jumlah tersebut, sembilan telah diidentifikasi pada virus B.

Secara umum, alphaherpesviruses menginfeksi epitel mukosa diikuti oleh satu atau lebih putaran replikasi pada sel epitel. virus B mungkin ulangan dengan tiga putaran berturut-turut transkripsi (a, β, dan γ gen), seperti yang telah ditetapkan untuk HSV. Sel-sel terinfeksi segaris, melepaskan virus untuk menyebar pada sel lain dan ujung saraf sensorik, meskipun langsung masuk ke neuron tanpa replikasi dapat terjadi. Virus juga dapat menyebar dari sel ke sel tanpa perlu menghubungi lingkungan ekstraselular. Penyebaran virus ke dan dari ganglia saraf terjadi dengan transportasi aksonal, yang telah ditunjukkan untuk virus B pada eksperimen tikus yang terinfeksi. Virus menetapkan latency di ganglia saraf. Latency ditandai oleh kurangnya replikasi virus dan transkripsi virus terbatas. reaktivasi periodik dari latency memberikan virus ke sel epitel mukosa, mana ulangan; virus yang menular dilepaskan dari epitel mukosa. Sebuah viral load berat di ganglia dapat meningkatkan frekuensi reaktivasi dan mencurahkan. Temuan terbaru dari studi primer dan berulang-2 infeksi HSV menunjukkan bahwa sebagian besar episode berulang shedding virus tidak menunjukkan gejala.

Artikel Terkait:
HERVES SIMPLEX VIRUS
Read more »

HERVES SIMPLEX VIRUS

A. Karakteristik

Virus herpes simpleks adalah virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion body. Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan dari sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi membran inti.

Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :

  1. Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun..
  2. Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.

Virus herpes simpleks
(KLASIFIKASI)

Kelas: Kelas I (dsDNA)

Famili: Herpesviridae

Famili: Alphaherpesvirinae

Genus: Simplexvirus

Species:Virus Herpes simplex (HSV-1) dan (HSV-2)

Virus herpes simpleks 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2) adalah dua virus dari famili herpesvirus, Herpesviridae, yang menyebabkan infeksi pada manusia. HSV-1 dan 2 juga merujuk pada virus herpes manusia 1 dan 2 (HHV-1 dan HHV-2). Setelah infeksi, HSV menjadi tersembunyi, selama virus ada pada sel tubuh saraf. Selama reaktivasi, virus diproduksi di sel dan dikirim melalui sel saraf akson menuju kulit. Kemampuan HSV untuk menjadi tersembunyi menyebabkan infeksi herpes kronik’ setelah beberapa infeksi terjadi, gejala herpes secara periodik muncul di dekat tempat infeksi awal.

B. TANDA DAN GEJALA

Ciri-ciri Herpes Simplex adalah adanya bintil-bintil kecil, bisa satu atau sekumpulan, yang berisi cairan, dan jika pecah bisa menyebabkan peradangan. Bintil-bintil ini biasanya muncul di daerah muco-cutaneous, atau daerah dimana kulit bertemu dengan lapisan membrane mukosa. Di wajah, daerah ini berlokasi di pertemuan bibir dengan kulit wajah. Para penderita herpes simplex biasanya merasakan adanya perasaan geli di daerah tersebut sebelum munculnya bintil-bintil tadi. Penyakit ini bisa menular selama bintil-bintil tersebut berisi cairan karena di cairan itulah virus herpes berada. Jika Anda bagian tubuh Anda berkontak dengan daerah berbintil-bintil, maka virus herpes dapat menulari Anda pada daerah kontak tersebut. Infeksi virus biasanya muncul seminggu setelah terjadinya kontak. Tetapi jika kontak dilakukan pada saat bintil-bintil tersebut telah mengering atau bahkan sembuh, maka bisa dibilang resiko tertular pun hilang.

Sebagian besar gambaran luas ‘lesi’ herpes di atas juga berlaku untuk herpes kambuhan juga. Lesi dapat berbentuk seperti:

  • benjolan merah,
  • jerawat,
  • bulu yang menumbuh ke dalam,
  • wasir, atau
  • gigitan serangga

Untuk banyak orang, lesi herpes begitu ringan sehingga disalahtafsirkan sebagai:

  • gigitan serangga,
  • luka lecet,
  • infeksi ragi,
  • gatal-gatal, atau
  • masalah lain.

Dengan kata lain, tanda itu tidak diketahui disebabkan oleh herpes kelamin. Juga tanda dan gejala dapat ditemukan:

  • pada penis dan vulva,
  • dekat dubur,
  • di bokong, atau
  • di sekitar daerah kelamin


C. CARRIER

Carrier virus herpes simpleks artinya pembawa dari virus tersebut. Herpes dapat menyebar bila ada gejala NO. A Carrier Herpes (dikenal sebagai Asimtomatik Herpes) masih dapat menularkan virus kepada pasangannya.

Herpes adalah PMS yang disebabkan oleh virus dan bukan bakteri. Penyebab herpes adalah Herpes Simplex Virus ( HSV). Penyebab herpes adalah Herpes Simplex Virus ( HSV). Ada dua jenis HSV: Tipe [yang] aku Dan Tipe II. Di (dalam) masa lampau yang terbaru, [itu] telah dipikirkan bahwa HSV jenis ini yang berbeda menyebabkan jenis beda permasalahan. Pada masa Lalu, Diperkirakan bahwa berbagai jenis HSV tipe yang berbeda menyebabkan masalah. Jenis [yang] aku adalah pikir untuk menyebabkan sariawan pada [atas] mulut dan bibir, [selagi/sedang] Jenis II telah dihubungkan dengan genital herpes ( pembentukan [amat sangat/ sakit] di sekitar penis atau liang peranakan). Tipe [yang] aku dianggap menyebabkan luka dingin di mulut dan bibir, sedangkan Tipe II dikaitkan dengan herpes genital ( luka membentuk sekitar penis atau liang peranakan). Lebih baru-baru ini, bagaimanapun, kedua-duanya jenis HSV telah ditunjukkan untuk;menjadi mampu untuk menyebabkan genital herpes. Baru-Baru Ini, Bagaimanapun, Baik jenis HSV telah terbukti mampu menyebabkan herpes genital. Jenis II HSV kasus [tuju/ cenderung] untuk mempunyai gejala lebih buruk dan perjangkitan [yang] lebih sering dibanding Jenis [yang] aku HSV kasus. Kasus HSV tipe II cenderung memiliki gejala-gejala buruk dan wabah yang sering Lebih dari Tipe [yang] aku HSV kasus. Kebanyakan kasus genital herpes adalah Jenis II. Besar Sebagian kasus herpes genital Adalah Tipe II.

Efek status virus herpes carrier pada T subset limfosit darah perifer dalam 334 orang yang sehat. Antibodi kelas IgG terhadap sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes simpleks (HSV), dan virus varicella-zoster (VZV) digunakan sebagai penanda untuk status pembawa virus tersebut. CMV status carrier dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan dalam jumlah beberapa subset sel T, sedangkan status pembawa EBV, HSV, dan VZV tidak memiliki efek yang signifikan. 159 orang CMV-seropositif memiliki jumlah yang lebih sel HNK1 + T daripada 175 orang CMV-seronegatif [mean (SD), 292 (196) / v microL 164 (89) / microL, masing], termasuk CD4 + HNK1 + T sel [38 (48) / v microL 9 (13) / microL, masing-masing] dan CD8 + HNK1 + T sel [166 (146) / v microL 73 (54) / microL, masing-masing]. Morfologi dan studi cytochemical menunjukkan bahwa ekspresi HNK1 oleh CD4 + dan CD8 + T sel dikaitkan dengan terjadinya butiran cytoplasmatic azurophilic dan hilangnya aktivitas esterase spesifik. Jumlah CD4 + HNK1 + dan CD8 + HNK1 + T sel meningkat secara proporsional ke tingkat dari titer CMV IgG-kelas antibodi. Kami menyarankan bahwa peningkatan jumlah CD4 + HNK1 + dan CD8 + HNK1 + granular T sel dalam pembawa CMV mencerminkan interaksi terus-menerus antara CMV dan sistem kekebalan tubuh host nya.

D. TREATMENT (Pengobatan)

Keputusan tentang apakah akan menerapkan terapi antivirus atau tidak harus mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:

1. Jenis dan kondisi fisik dari binatang yang terlibat.

Hanya monyet monyet keluarga berfungsi sebagai reservoir alami untuk infeksi virus B. Tidak ada primata lain membawa resiko penularan virus B kecuali mereka memiliki kesempatan untuk menjadi terinfeksi oleh kera yang. kera yang terinfeksi tidak akan biasanya akan shedding virus B. Hewan dengan lesi yang konsisten dengan infeksi virus B (lepuhan berisi cairan pada kulit) dan hewan yang immunocompromised atau stres jauh lebih mungkin akan mengeluarkan virus.

2. Ketelitian dan ketepatan waktu prosedur pembersihan luka.

Luka yang telah dibersihkan dalam waktu 5 menit pemaparan dan yang telah dibersihkan selama minimal 15 menit penuh kecil kemungkinannya untuk menimbulkan infeksi virus B. Keterlambatan pembersihan atau pembersihan tidak memadai dari luka akan meningkatkan risiko infeksi.

3. Sifat luka.

Gigitan atau goresan yang menembus kulit, dan luka tusukan khususnya dalam, dianggap risiko yang lebih tinggi daripada luka yang dangkal dan dengan demikian lebih mudah dibersihkan. Luka ke leher, kepala, atau badan menyediakan akses berpotensi cepat ke SSP dan dengan demikian harus dipertimbangkan risiko yang lebih tinggi. Profilaksis direkomendasikan untuk jenis luka terlepas dari beratnya. luka Superficial ke ekstremitas cenderung menyebabkan penyakit fatal, dan pengobatan antivirus dianggap kurang mendesak di eksposur tersebut.

4. Paparan materi yang telah datang ke dalam kontak dengan kera.

Terkadang jarum suntik yang telah datang ke dalam kontak dengan SSP, kelopak mata, atau mukosa dari kera dianggap membawa resiko tinggi infeksi. Tusukan dari jarum terkena darah perifer dari kera yang dianggap relatif berisiko rendah. Goresan yang dihasilkan dari kontak dengan benda-benda yang mungkin terkontaminasi, seperti kandang hewan, dianggap membawa resiko yang lebih rendah untuk infeksi.

Pemilihan obat anti virus / obat anti viral topikal pada infeksi virus tertentu

Anti virus atau anti viral secara topikal digunakan sebagai pengobatan untuk infeksi virus pada kulit atau membran mukosa. Anti virus topikal bertujuan untuk membantu terapi agar lebih efektif.

Acyclovir

Sejak tahun 1980an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes dengan acyclovir. Acyclovir terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi virus herpes simpleks dan tidak terkonsentrasi dalam sel yang tidak terinfeksi. Obat ini bersifat penghambat kompetitif terhadap polimerase DNA virus dan merusak rantai DNA. Mekanisme ini dapat menghambat pembentukan DNA virus dan mempunyai keamanan yang tinggi dengan selektivitas terhadap sel yang terinfeksi.

Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara lain krim untuk topikal, powder untuk intravena, kapsul oral dan suspensi oral. Preparat topikal digunakan dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6 kali perhari, selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat dengan dosis 5 mg/ kg setiap 8 jam selama 5 hari.

Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi primer, pengobatan infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang sering dan berat. Dosis pemberian acyclovir oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10 hari.

Sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes simpleks, meskipun pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi dan untuk mengurangi pembentukan fase laten di ganglion saraf.

Penggunaan obat lain :

• Vidarabin

• Idoksuridin topical (untuk Herpes Simpleks pada selaput bening mata)

• Trifluridin


Artikel Terkait:
Siklus Hidup Herves simplex Virus

Read more »

 
Powered by Blogger