Monday, May 16, 2011

Krim

Salep-salep yang banyak mengandung air kita sebut krim, ini dapat digosokkan seluruhnya pada kulit. Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifat rheologisnya tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak dalam air, dan juga pada sifat zat padat dalam fase internal (Ansel, 1989).
Krim merupakan salep yang banyak kandungan airnya cukup tinggi, sehingga sediaan bentuk krim ini lebih disukai dari pada salep karena sifatnya yang mudah dicuci (Ansel, 1989).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relative cair diformulasi sebagai emulsi ait dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alcohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Balsam, 1972).
Krim dapat juga didefinisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air”. Krim biasanya digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit (Balsam, 1972).
Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik, dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan bunyi definisi di atas. Banyak hasil produksi yang nampaknya sebagai krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim (Harry, 1953).
Pada pembuatan krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionic, kationik, dan nonionic. Pada krim dengan tipe A/M (air dalam minyak) digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolesterol, cera. Sedangkan untuk tipe M/A (minyak dalam air) digunakan sabun monovalen seperti trietanolaminum stearat, natrium stearat, kalium stearat, ammonium stearat. Selain itu dapat juga digunakan tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatin, caseinum, CMC, pectinum, emulgidum. Untuk penstabilan krim harus ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang biasa digunakan adalah nipagin 0,12-0,18 %, nipasol 0,02-0,05% (Wade, 1994).

Absorpsi melalui kulit (perkutan)
Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapeutik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Daerah yang terkena umumnya epidermis dan dermis, sedangkan obat-obat topikal tertentu seperti emolien, antimikroba, dan deodoran terutama bekerja pada permukaan kulit saja. Hal ini memerlukan penetrasi difusi dari kulit atau absorpsi perkutan (Van Duin, 1947).

Rute penetrasi
Bila suatu sistem obat digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari pembawanya dan berdifusi ke permukaan jaringan kulit. Ada tiga jalan masuk yang utama: melalui daerah kantung rambut, melalui kelenjar keringat, atau melalui stratum korneum yang terletak diantara kelenjar keringat dan kantung rambut. Hanya ada beberapa fakta yang kurang meyakinkan bahwa kelenjar ekrin mempunyai peranan yang berarti pada permeabilitas kulit. Bahan-bahan yang dapat memasuki pembuluh dan bahkan kelenjar-kelenjar, tetapi tampaknya tidak ada penetrasi dari daerah ini ke dermis (Van Duin, 1947).

Faktor-faktor dalam penetrasi kulit
Faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit pada dasarnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi saluran cerna dengan laju difusi yang sangat tergantung pada sifat fisika-kimia obat, dan hanya sedikit tergantung pada zat pembawa, pH, dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit, yakni apakah kulit dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, daerah kulit yang diobati, ketebalan fase pembatas kulit, perbedaan spesies, dan kelembapan yang dikandung oleh kulit (Van Duin, 1947).

Tipe krim
1. Krim tipe air dalam minyak (A/M)
Krim jenis ini memiliki fasa dalamnya air dan minyak sebagi fasa luarnya. Krim jenis ini mengandung zat pengemulsi air dalam minyak spesifik seperti adeps lanae, wool alkohol atau ester asam lemak dengan sorbiton, sabun polivalen, cera, span.
2. Krim tipe minyak dalam air (M/A)
Krim tipe ini memiliki fase dalam berupa minyak dan air sebagai luarnya. Krim jenis ini lebih disukai oleh penderita karena mudah diratakan pada permukaan kulit, tidak berlemak, dan mudah dibersihkan dengan air (Lachman, et. al., 1994).
Krim tipe ini menggunakan zat pengemulsi dari surfaktan jemis lemak yang ampifil dan umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular. Contoh beberapa zat pengemulsinya yaitu sabun monovalen (TEA stearat, Na stearat, K stearat, NH4 stearat), Tween, Na Laurylsulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, CMC, pektinum, dan emulgidum (Lachman, et. al., 1994).
Sediaan krim dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor korelasi, faktor tersebut dapat ditanggulangi dengan berbagai faktor dalam metode pembuatannya, biasanya parameter yang digunakan berupa kekentalan, kerapatan, dan sebagainya yang dihubungkan dengan fungsinya sebagai pembersih, pemberi nutrisi kulit, dan sebagainya (Lachman, et. al., 1994).

Setiap krim dipengaruhi oleh berbagai faktor :
1. Fungsi
Krim yang termasuk dalam kelompok yang dipengaruhi fungsi, dibuat berdasarkan pemakaiannya, contohnya krim tangan dan tubuh (hand and body lotion), vanishing cream, krim malam dan krim urut (night cream and massage cream), krim pembersih (cleansing cream), krim dingin (cold cream), dan krim serbaguna (all-purpose cream).
2. Penampilan fisik
Krim tidak hanya diklasifikasikan dari bentuk cair atau padatnya saja, tetapi dideskripsikan dari lembutnya, kekakuannya, tebal tipisnya krim tersebut.
3. Tipe emulsi
Setiap krim dapat dibuat dengan tipe minyak dalam air atau air dalam minyak, hal ini dipengaruhi oleh dimana krim tersebut digunakan.
4. pH krim
Bila krim tersebut termasuk tipe minyak dalam air maka pH krim tersebut harus meliputi pH seluruh sediaan. Jika tipe air dalam minyak maka harus terdispersi dalam 50% etanol (Ansel, 1989).

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : F. Ibrahim. Edisi ke-4. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Balsam M.S., Sagarin E. 1972 . Cosmetics Science and Technology. Ed ke-2. Volume I. John Wiley and Sons Inc. USA.
Harry, Ralph G. 1953. Harry’s Cosmeticology. Ed ke-6. Chemical Publishing Co Inc. New York.
Lachman, L.; Lieberman, H. A.; Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid 2. Penerjemah Siti Suyatmi. UI Press. Jakarta.
Van Duin, C.F. 1947. Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek Dan Teori. Penerjemah K. Satiadarma Apt. Pecenongan 58. Jakarta.
Wade, A., Weller, Paul J., 1994. Handbook of Excipients. Second Edition. The Pharmaceutical Press. London

Artikel terkait:
Pembuatan Salep/Krim

0 comments:

Post a Comment

 
Powered by Blogger